Dunia hari ini adalah tantangan besar bagi umat Islam, terutama bagi generasinya. Banyak tantangan dan hambatan yang menghadang. Dengan kata lain, ledakan penurunan moral semakin menyusut dan menghilang. Tak sedikit dari mereka mempermudah etika sebagai hal yang penting dalam kehidupan. Buktinya, akhir-akhir ini banyak tindakan amoral yang meresahkan masyarakat. Tak hanya itu, perjuangan yang dilakukan atas nama Islam sebagai bentuk jihad fisabilillah, merupakan prilaku yang salah. Hal semacam ini tentu menjadi fakta yang miris dan jauh dari norma-norma agama.
Aktivitas semacam ini, terjadi akibat kurangnya ruang pengajaran dan pemahaman agama. Selain itu, bisa juga terjadi sebab belajar ilmu tanpa guru atau dalam bahasa lain “belajar instan”. Latar belakang inilah, yang menjadi dasar dalam mengubah mindset umat untuk melakukan tindakan amoral. Sehingga, mental dan pemikiran akan mudah dimasuki oleh pemahaman-pemahaman yang tidak sesuai dengan aturan syariat. Teologi yang asalnya benar akan berbalik menjadi radikal atau liberal sesuai pemahaman yang didapat. Tanpa disadari, nilai-nilai moderat dalam agama akan menyusut dan menghilang. Hal ini menjadi fakta yang miris dan jauh dari idealisme syari’at Islam.
Menilik narasi di atas, tentu menjadi problem yang memprihatinkan, mengingat pentingnya memberikan pengajaran dan pemahaman yang sesuai dengan tradisi ulama salaf kepada masyarakat. Terutama memberikan pemahaman yang benar, bahwa Islam adalah agama kasih sayang yang tidak menghendaki tindakan amoral. Dalam kata lain, agama yang moderat dan tidak mempersulit masyarakat dalam menjalankan aktivitas, serta memberikan ketentraman pada negara dan agama.
Berkaca pada teks diatas, tentu penulis hendak menghadirkan opsi yang lebih mudah sebagai penopang masyarakat dalam menjalankan syariat Islam. Tawaran ini substansinnya ialah, mengajak masyarakat untuk menjalankan syariat Islam dengan baik dan sukacita. Pada elemen paling dasar, ajaran ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) adalah pilihan yang tepat. Sebab, pengajaran dan pemahaman yang disampaikan bersifat moderat. Disamping itu, ajarannya tidak mempersulit masyarakat dalam mengakomodir sekaligus menjalankan tradisi-tradisi yang tidak bertentangan dengan syariat. Sehingga ajaran Islam mudah diterima, dan dakwah akan berjalan mulus ditengah-tengah masyarakat.
Hakikat Aswaja: Manhaj al-Fikr Moderasi Islam
Aswaja merupakan pemahaman yang diikuti oleh mayoritas penduduk dunia. Pola pengajaran yang disampaikan begitu lembut, tanpa mengenal liberal dan tathorruf (ekstrim atau radikal). Dalam artian, tawassuth (moderat atau tengah-tengah) ketika bersikap dan berdakwah. Dunia Islam mengenal Aswaja dengan sebutan ahlussunnah wal jamaah atau biasa disebut dengan sunni. Secara definisi ialah sebuah ajaran yang bersifat manhaj al-fikr (metedologi berpikir) yang didalamnya masih memuat beberapa aliran dan mazhab. Dalam hal ini, tentu menjadi bukti bahwa, Aswaja bukanlah teologi yang menjadi dasar dalam berkeyakinan, akan tetapi hanyalah sebuah metodologi berpikir. Memberikan akses pada masyarakat untuk sampai pada ajaran yang sesuai dengan Al-Quran, sunnah, ijma’, dan qiyas. Artinya, pemahaman yang ditawarkan oleh Aswaja sangatlah cocok sebagai penopang teologi masyarakat Islam.
Nyatanya, Aswaja berkembang pesat dan menjadi figur ulama dunia sebagai ajaran yang cocok untuk diterapkan pada masyarakat Islam. Banyak dari negara-negara Islam yang menganut pemahaman ini sebagai pola berpikir dalam bermanhaj. Pola pengajarannya dibatasi dengan beberapa madzab. Bukan berarti salah dan membatasi masyarakat Islam dalam berpikir, akan tetapi memberikan opsi untuk fokus dalam menjalankan syariat Islam.
Seperti halnya dalam masalah teologi atau akidah mengikuti salah satu dari imam Abu al-mansyur al-Maturidi (w.338 H) atau imam Abu Hasan al-al-Asy’ari (w. 324 H). Dalam kajian fiqih mengikuti salah satu dari imam Malik bin Anas (w. 179 H), imam Abu Hanifah (w. 150 H), imam Ahmad bin Hanbal (w. 230 H), atau imam Muhammad bin Idris al-Syafii (w. 204 H). Dalam kajian tasawwuf mengikuti salah satu dari imam Abu Hamid al-Ghozali (w. 505 H) atau imam Abu Qasim al-Junaidi al-Baghdadi (w. 297 H).
Menilik hal ini, tentu konsep yang ditawarkan sangatlah berperan penting terhadap masyarakat Islam. Berbagai madzab telah terangkum oleh manhaj Aswaja sebagai pedoman beragama. Dalam artian, memudahkan masyarakat untuk beraktifitas dalam beribadah dan mewujudkan Islam yang moderat di tengah arus deras perubahan.
Fiqih Dakwah: Peran Aswaja bagi Masyarakat Islam
Ditengah-tengah situasi yang penuh dengan berbagai aliran ini, Aswaja hadir untuk mengetengahkan pemahaman yang lurus. Sekaligus sebagai akses untuk sampai pada ajaran Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam. Ajaran yang moderat dan penuh sikap dalam mengambil hukum ini, akan berkiprah di lingkungan masyarakat dengan baik, sesuai syariat Islam.
Istilah moderat dalam manhaj Aswaja, mempunyai arti yang luas. Seperti halnya menyikapi tradisi yang sudah mengakar di masyarakat. Dalam konsep Aswaja, sebuah tradisi boleh dilakukan selagi tidak melanggar hukum syariat Islam. Bahkan, ketika tradisi tersebut bersifat positif dan mampu menjadi jalan dakwah bagi masyarakat, maka sangat dianjurkan. Contohnya tahlilan dan sedekah bumi yang mayoritas dilakukan oleh masyarakat Jawa.
Sejarah mencatat, pada era Walisongo tradisi ini tidak dihilangkan, akan tetapi dihiasi dengan aktifitas yang bernuansa Islami. Alasan mendasar tradisi masyarakat Jawa tidak dihilangkan ialah, menarik perhatian masyarakat bahwa Islam merupakan agama penuh toleransi. Ketika tradisi masyarakat Jawa dihilangkan begitu saja, maka mereka akan menganggap Islam adalah agama radikal. Oleh sebab itu, walisongo menerapkan ajaran Aswaja dengan lemah lembut sebagai etika sosial budaya.
Secara logika, konsep yang diterapkan Walisongo sangatlah hebat. Terbukti banyak sekali masyarakat Jawa yang masuk Islam, hingga merata sampai penjuru Indonesia. Ibarat tradisi sebagai kendaraan dan syariat ialah sopirnya. Segala aktifitas yang berlaku di masyarakat tidak lepas dari pantauan syariat Islam. Sebab itulah, syariat dan adat bisa berjalan bersama. Konsep yang diterapkan walisongo telah membentuk Aswaja yang sangat moderat dan banyak diterima masyarakat.
Manfaat lain dari pemahaman Aswaja ialah membentuk karakter yang berbudi luhur. Dalam artian, memberikan generasi yang jauh dari nilai-nilai radikalisme, terorisme, dan liberalisme. Banyak zaman sekarang, komunitas masyarakat yang melakukan tindakan amoral dengan atas nama Islam. Agama yang seharusnya menjadi figur dunia dalam beretika, berbalik menjadi meresahkan. Tindakan ini, semakin merajarela dengan perlakuan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dengan mengatas namakan jihad fisabilillah. Akibatnya, moralitas Islam dan umatnya akan tercemar buruk dipandangan dunia.
Solusi tepat dan diyakini ulama sebagai penengah problem ini ialah manhaj Aswaja. Alasan mendasar adalah, Aswaja turut berperan sebagai ajaran moderat. Pola pemahaman yang disampaikan mampu membentuk karakter masyarakat Islam dengan sendirinnya, tanpa disertai tatharruf (ekstrim/radikal) dan liberal. Sehingga, sikap dakwah yang disampaikan sangat lembut tanpa mengurangi dan melanggar syariat Islam.
Menilik hal di atas, menjadi bukti kuat bahwa Aswaja turut andil dalam berdakwah di tengah-tengah masyarakat. Sikap dan dakwah yang disampaikan berbanding lurus dengan tradisi dan syariat, sehingga banyak masyarakat yang antusias baik terhadap Islam. Penawaran inilah yang akan membentuk dan mencetak generasi muslim millenial yang tangguh dalam berjuang di jalan Allah, sekaligus memberikan pemahaman yang benar pada masyarakat. Bermula dari sini, Islam akan dikenal sebagai ajaran rahmatan lil alamin, untuk mewujudkan agama nomor satu di dunia. (*)
Penulis : Mohammad Lathiful Wahab (Mahad Aly Al-Hasaniyyah)
Good job
The spirit of salaf terampil ???