
MALANG, PIJARNEWS.ID – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Hari Pelajar Internasional (AHPI) melakukan aksi unjuk rasa memperingati International Student Day (ISD) pada Sabtu (20/11) kemarin. Sebanyak delapan belas tuntutan disuarakan dalam rangka menyikapi ISD yang jatuh pada 17 November 2021 lalu.
Unjuk rasa kali ini dilakukan dengan menggelar poster yang berisi beberapa tuntutan dan orasi. Aksi yang dimulai sekitar pukul 9.00 yang bertempat di Perempatan Jalan Veteran Malang. Salah satu tuntutan utamanya, yakni perwujudan pendidikan gratis, ilmiah dan demokratis. Serta isu persoalan demokrasi di lingkungan pendidikan.
“Pendidikan mengalami kemunduran, mahalnya pendidikan masih menjadi masalah hingga kini. Juga dengan militerisme yang menciderai demokrasi di pendidikan kita,” ungkap Al, korlap Aliansi kepada wartawan.
Massa aksi yang ikut bergabung berasal dari berbagai organisasi yakni Sosialis Muda, Aliansi Mahasiswa Papua, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Aufklarung, IMM Supremasi, IMM Raushanfikr, Komite Pendidikan Malang, SDMN, FRI-WP, Pembebasan, dan PPMI. Aksi ini juga diikuti oleh massa yang berasal dari aktivis sosial.
Massa aksi juga menuntut untuk pengusutan pelanggaran HAM dan pelecehan seksual, pun dengan masih banyaknya kriminalisasi terhadap mahasiswa dan aktivis. Sekitar 70 mahasiswa dan warga terlibat dalam unjuk rasa kali ini.
“Persoalannya pelajar sangat kompleks, banyak yang tak mampu mendapat pendidikan karena upah orang tuanya murah, petani yang dirampas tanahnya. Maka kami menyoroti banyak isu,” kata mahasiswa Universitas Wisnuwardana Malang tersebut.
Aliansi menilai kebijakan-kebijakan yang ada belum berpihak terhadap rakyat kecil. Mereka juga menyayangkan di masa pandemi banyak dimanfaatkan segelintir elit politik untuk meraup keuntungan melalui bisnis kesehatan, PCR, hingga korupsi bantuan sosial.
“Perlawanan terhadap upah murah juga kami suarakan, disamping tetap menolak adanya Omnibus Law yang menyengsarakan buruh. Di sisi lain demokrasi di Papua juga tak lepas dari militerisme dan pelanggaran HAM, yang mana mereka hingga kini masih memperjuangkan hak demokrasinya,” pungkas Al. (Tyo/Hen)