Oleh: Moh. Andriansyah (Wakil Ketua Bidang Seniorpra PDPM Sumenep)
RSUD Dr. H. Moh. Anwar, Sumenep mengalami kerusakan akibat ambruknya plafon. Dari kejadian tersebut, terdapat korban sebanyak 17 orang dan 4 diantaranya adalah pasien yang masih dibawah umur. Ambruknya plafon ini diduga karena kelalaian Pemerintah Kabupaten Sumenep dalam memberikan pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat. Dan yang lebih penting lagi, ketidak jelasan managerial dari direktur RSUD Sumenep yang tidak bijak dan kurang professional dalam menangani hal ini.
Pertama, Direktur RSUD dalam hal ini tentunya tidak bekerja sendiri, ada Dewan Pengawas Rumah Sakit sebagai fasilitator yang ikut membantu Direktur rumah sakit dalam setiap agenda dan tahapan yang ada di RSUD Kabupaten Sumenep. Dalam hal ini sangat terlihat jika kerja mereka memang tidak sehat, dan terkesan kerja kolektif mereka demi memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat Sumenep dibidang kesehatan bisa dibilang gatot, gagal total.
Lalu yang kedua, persoalan banjir yang semakin mengkhawatirkan di jantung kota Kabupaten Sumenep, tidak kunjung menemukan titik pembenahannya sampai saat ini. Bahkan dari waktu ke waktu kondisi ini semakin menunjukan kekhawatiran bagi seluruh masyarakat Kabupaten Sumenep, yang tidak bisa memberikan kenyamanan dan pelayanan yang baik kepada seluruh pengguna fasilitas umum di Kota/Kabupaten Sumenep.
Bayangkan bagaimana nasib para pedagang kecil, para tukang becak, para tukang ojek online, dan banyak lagi unit usaha lain yang saat ini tengah dibidangi oleh masyarakat Sumenep. Dimana secara garis besar mereka bergerak dan berdaya di tengah kota Sumenep, yang saat ini harus terhenti hanya karena persoalan banjir yang tidak pernah tuntas sampai detik ini. Jangankan bicara persoalan banjir yang sudah lama, pembangunan yang baru saja selesai digarap oleh Pemerintah Kabupaten Sumenep. Tepatnya di lokasi Kantor Pemkab, Kantor Dinas PU Ciptakarya, dan sekelilingnya pun ikut terendam oleh banjir.
Padahal ini adalah bangunan yang baru saja diselesaikan pembangunannya. Ditambah lagi, di Sumenep masih banyak lahan serapannya, tidak seperti Jakarta. Namun mengapa tidak berfungsi sampai saat ini? Apakah lahan serapan itu pun saat ini hanya omong kosong, alias sudah dibanguni bangunan di atasnya?
Banyak sekali pertanyaan yang mengganjal di otak kami. Dengan adanya ketidakpastian inilah memberikan kesimpulan kepada kami, bahwa pemerintah yakni Bupati dan Wakil Bupati memang tidak bekerja secara baik, serta OPD yang menangani persoalan ini gagal total dalam mengentaskan persoalan banjir di Kabupaten Sumenep. (*)