
SURABAYA, PIJARNEWS.ID – Tinggal selama 20 tahun di Indonesia membuat Jim Baton yang berasal dari Los Angeles, Amerika Serikat menulis pengalamannya dalam bentuk novel berjudul Someone Has To Die (Harus Ada yang Mati).
Perjalanan Jim Baton ke Indonesia pada tahun 1996, menghasilkan sebuah novel yang menceritakan tentang terorisme dan ekstremisme di Indonesia. Terorisme menjadi satu hal yang Jim pertanyakan saat pertama kali melihat kerusuhan di Indonesia. Jim mengenal Indonesia sebagai negara yang beragama dan ramah tamah, bahkan Jim juga merasakan keramahannya saat ia tinggal di rumah keluarga muslim.
Saat itu, Jim menyaksikan lengsernya Presiden Soeharto yang menyebabkan terjadinya banyak kerusuhan, termasuk di Banjarmasin. Kerusuhan tersebut menimbulkan pertanyaan untuk Jim, kenapa ya orang Islam dan Kristen susah berdamai?
Di Banjarmasin, agama Kristen termasuk minoritas. Populasi mereka mungkin tidak sampai satu persen. Tapi, semua gereja diserang tanpa kecuali bahkan ada yang dibakar. Jim mengungkapkan banyak sekali kasus-kasus kekerasan berkaitan terorisme.
“Dengan adanya novel ini diharapkan semua orang sadar bahwa aksi terorisme itu tidak benar. Hidup saling mengasihi dan cinta damai, adalah sangat berharga,” kata dia dalam keterangan tertulis.
Kenapa ia menulis novel bertema terorisme? Sebenarnya untuk menjelaskan kepada orang Amerika Serikat tentang Muslim, bahwa Islam tidak seperti yang mereka bayangkan.
Itu berarti, pasar utama buku ini adalah warga USA, sebelum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan Pelangi Sastra Book.
Ia ingin menjadi jembatan antara orang Kristiani dan Muslim, karena itu ia menggunakan nama pena Jim Baton yang pengucapannya seperti “jembatan”.
Hal itu membuat Direktur of the Center of Intercultural Research and Engagement & Direktur Equal Access International, Robert Pope membedah buku “Someone Has To Die” bersama Ahmad Jayadi, Dosen Universitas Airlangga, serta Direktur Kedai Jambu Institute, Abdus Salam pada Sabtu, (19/1) kemarin bertempat di Fave Hotel, Surabaya.
Menurut Robert, kasus-kasus terorisme yang mengantarkan orang berbuat nekat melakukan aksi pengebomam dilandaskan berbagai faktor.
“Padahal hal yang demikian itu tidaklah tepat, karena pada QS Al Hujurat ayat 13, yang pada intinya menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia berbagai macam bentuk untuk saling mengenal antara satu dengan yang lain untuk saling mengasihi,” terangnya.
Ditempat yang sama, Ahmad Jayadi sangat mengapresiasi novel karya Jim Baton yang komprehensif karena dialog dan alur yang lengkap. “Terlebih lagi tokoh juga lengkap ada yang dari protagonist, antagonist, netral, pelengkap dan lain-lain. Namun di sisi lain novel ini juga lengkap dalam memotret aspek : agama, budaya, politik, ekonomi dan cinta,” katanya.
“Pada intinya novel ini memang untuk umum (semua umur, lapangan, gender, pendidikan) dan layak untuk difilmkan,” pungkas Ahmad Jayadi.
Senada dengan itu, Abdus Salam juga memberikan pandangannya atas novel tersebut yang sesuai dengan kondisi faktual mengenai perdamaian, diskriminasi, storytype, dan tragedy mengenai isu-isu terorisme yang terjadi sesuai ilmu dan kajian yang mereka pelajari selama ini.
“Buku “Someone Has to Die” ini dikemas dalam sebuah novel yang ringan, mudah dipahami yang akan mebawa kita terlarut dalam cerita mengenai kebencian, persekusi, ketakutan diseluruh penjuru dunia. Buku ini juga akan membawa kita ke sisi lain yang akan membuka sebuah harapan untuk perdamaian,” kata pria yang akrab di sapa Bang Salam ini.
Acara ini berlangsung cukup menarik dan dijalankan dengan protokol kesehatan, sehingga yang hadir dibatasi serta berlangsung lancar dan sukses. (Hen)
Perjalanan 20 tahun kemudian membuat karya tulisan buku menjadi bukti kuatnya keinginan menulis pengalaman dan pengamatan.