
JAKARTA, PIJARNEWS.ID – Sekretaris Komisi III Bidang Sosialisasi dan Hubungan Antar Lembaga Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia, Mukayat Al-Amin menyampaikan, bahwa film-film biopik dapat menggugah semangat Nasionalisme generasi muda. Menurutnya, era globalisasi, revolusi industri 4.0, serta digitalisasi, akan sangat berpengaruh pada aspek sosiologis maupun psikologis generasi muda.
“Seiring dengan era digitalisasi film yang telah masuk keruang-ruang privat generasi muda kita, didalam film banyak sekali pesan-pesan yang tersirat serta budaya, ideologi, dan lainnya. Oleh karena itu penting kiranya semangat Nasionalisme yang semakin hari-semakin memudar dalam benak generasi muda kita, kita tumbuhkembangkan kembali, kita gelorakan, kita edukasi generasi kita dengan membuat film-film yang bergenre Nasionalisme. Baik itu film dokumenter maupun biopik,” papar Mukayat.
Menurut lelaki asal Lamongan tersebut, film biopik Indonesia adalah salah satu media yang dapat digunakan, untuk mewariskan semangat patriotisme, persatuan, kerja keras dan semangat pantang menyerah, sebagai upaya untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan kebhinekaan di kalangan generasi muda penerus cita pahlawan bangsa. “Produksi film biopik Indonesia mesti terus ditingkatkan, karena dengan film biopik generasi muda dapat merasakan perjuangan para pahlawan dan tokoh kemerdekaan Indonesia,” jelasnya.
Lebih lanjut, Mukayat menambahkan, bahwa melalui film biopik sejarah bangsa dapat diwarisi, karena film biopik adalah film yang bercerita dan mengangkat kisah nyata kehidupan seorang tokoh dan tokoh yang diangkat adalah pelaku sejarah. Potensi dan masa depan film biopik Indonesia cukup terbuka, memiliki pasar penonton tersendiri.
“Kesuksesan produksi dan penayangan film Soekarno, Sang Pencerah, Kartini, Habibie & Ainun, Gie, Sang Kiai, Tjoet Nja’ Dhien dan banyak film biopik Indonesia lainnya, menjadi bukti bahwa film biopik Indonesia memiliki potensi dan diminati oleh masyarakat penikmat film,” terang pria yang akrab disapa Cak Mukayat ini.
Menurut Mukayat, untuk memajukan perfilman Indonesia dan memastikan bahwa film yang ditayangkan adalah konten film yang layak, sesuai dengan nilai budaya bangsa, kebhinekaan, nasionalisme dan tidak mengandung unsur-unsur yang bisa merusak kehidupan berbangsa dan bernegara. “Maka perlu ada mekanisme filtrasi melalui proses penyensoran sebagaimana mandat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, dimana setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan pertunjukkan wajib mendapatkan Surat Tanda Lulus Sensor dari Lembaga Sensor Film,” tegasnya.
Menurut laporan tahunan dari Lembaga Sensor Film Indonesia di tahun 2021, sejak April sampai dengan Desember 2021, ada sebanyak 104 judul film. Tercatat, ada sekitar 37 judul film Nasional dan 67 judul film impor. “Jumlah tersebut kelak pasti bertambah, apabila pandemi Covid-19 semakin melandai atau bahkan hilang di seluruh dunia. Karena sebagaimana kita ketahui, sejak pandemi merebak, Desember 2019 sampai dengan Desember 2021, jumlah produksi film di seluruh dunia menurun drastis hingga sekitar 30 persen, termasuk di Indonesia,” ungkap Mukayat.
Hal tersebut disampaikan oleh Mukayat pada laporan tahunan LSF RI pada Selasa (22/3) lalu, dimana dari 37 judul Film Nasional yang di produksi tidak banyak film yang mengandung unsur nasionalisme dan perjuangan. “Oleh karena itu, LSF mendorong Pemerintah untuk memberikan sentuhan dan support untuk membuat film-film Nasionalisme. Sebagai edukasi kepada generasi muda kita, yang kelak mereka akan mewarisi bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia,” pungkas Mukayat. (Hen)