Nilai-nilai Islam dalam Memilih Pemimpin

0
1694
Moh. Iqbal, ilustrasi oleh RDS, (Instagram: @ehriki_ - PIJARNews.ID).

Oleh: Moh. Iqbal*

PIJARNews.ID – Tahun 2020 adalah tahun politik di Jawa Timur, ada 19 kabupaten dan kota akan menyelenggarakan pilkada serentak. Moment yang biasa disebut sebagai pesta demokrasi ini akan diselenggarakan pada Bulan September mendatang. Sebagian penduduk di Jawa Timur diberikan hak untuk memilih dan dipilih.

Sementara, kondisi bangsa Indonesia masih dihadapkan pada sekian banyak persoalan, misalkan korupsi pejabat (Ekskutif, Legislatif, dan Yudikatif) merajalela. Ancaman perpecahan antar anak bangsa (baca: Suku, agama, golongan). Pendidikan yang sulit didapat setiap elemen masyarakat, dan lain-lain.

Oleh sebab itu, memilih pemimpin terlebih dahulu mengetahui rekam jejak dan figur pemimpin yang ada. Tentu saja, meminjam kaidah yang selalu dikutip Gus Dur. “Keputusan pemimpin untuk rakyat sepenuhnya bergantung atau bertujuan pada kemaslahatan rakyat (tasharruful imam ‘ala raiyah manuthun bi al-mashlahah).” Prinsip inilah yang sebaiknya menjadi dasar untuk memilih pemimpin.

Sebagai warga negara yang dijamin hak-hak politiknya. Pada prinsipnya adalah berorientasi pada figur yang mampu menghadirkan kemaslahatan. Dan sesuai dengan prinsip dan nilai yang diajarkan, menurut agama dan keyakinan masing-masing.

Menurut Yusuf al-Qardhawi, Pemilihan Umum termasuk Pilkada, merupakan jenis pemberian saksi. Karena itu, barang siapa yang tidak menggunakan hak pilihnya, sehingga kandidat yang mestinya layak dipilih menjadi kalah, dan suara mayoritas jatuh kepada kandidat yang sebenarnya tidak layak. Berarti Ia telah menyalahi perintah Allah untuk memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan.

Pada prinsipnya menurut Islam setiap orang adalah pemimpin. Ini sejalan dengan fungsi dan peranan manusia di muka bumi sebagai khalifahtullah. Yang diberi tugas untuk senantiasa mengabdi dan beribadah kepada- Nya. Dari Abdullah bin Umar RA. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Masing-masing kamu adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya.” (HR.Bukhari).

Seorang pemimpin yang memimpin masyarakat, adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggung jawaban kepemimpinannya atas mereka. Seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin atas ahli (keluarga) di rumahnya. Dia akan dimintai pertanggung jawaban kepemimpinannya atas mereka. Seorang perempuan (isteri) adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anak-anaknya. Dia akan dimintai pertanggung jawabkan kepemimpinannya atas mereka. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya. Dia akan dimintai pertanggung jawabkan kepemimpinannya atas harta itu. Ketahuilah masing-masing kamu adalah pemimpin. Dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggung jawabkan kepemimpinan atas yang dipimpinnya.

Hakikat Kepemimpinan dalam Islam

Dalam Islam, kepemimpinan sering dikenal dengan perkataan khalifah yang bermakna “wakil”. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”, Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS.al-Baqarah:30).

Dalam istilah yang lain, kepemimpinan juga terkandung dalam pengertian “imam”. Yang berarti pemuka agama dan pemimpin spritual yang diteladani dan dilaksanakan fatwanya. Ada juga istilah “amir”. Pemimpin yang memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur masyarakat. Dikenal pula istilah “ulil amir” (jamaknya umara) yang disebutkan dalam surat An-Nisa (59) yang bermakna penguasa, pemerintah, ulama, cendekiawan, pemimpin atau tokoh masyarakat yang menjadi tumpuan umat. Dikenal pula istilah wali yang disebutkan dalam surat al-Maidah ayat (55).

BACA JUGA :  Mengenal Kebersihan dari Sudut Pandang Islam

Sekalipun demikian, kepemimpinan adalah amanah titipan Allah swt. Bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan. Sebab kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan wewenang, yang gunanya semata-mata untuk memudahkan dalam menjalankan tanggung jawab melayani rakyat. Semakin tinggi kekuasaan seseorang, hendaknya semakin meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Bukan sebaliknya, digunakan sebagai peluang untuk memperkaya diri, bertindak zalim dan sewenang-wenang. Balasan dan upah seorang pemimpin sesungguhnya hanya dari Allah swt di akhirat kelak, bukan kekayaan dan kemewahan di dunia.

Kriteria Pemimpin Ideal

Tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad Rasululloh SAW adalah sosok manusia yang paling ideal. Sempurna dalam segala hal. Beliau bukan hanya seorang nabi dan rasul pilihan. Juga sebagai kepala rumah tangga yang harmonis bagi keluarga-keluarganya. Dahabat yang baik bagi sesamanya. Guru yang berhasil bagi murid-muridnya. Teladan bagi ummatnya, panglima yang berwibawa bagi prajuritnya dan pemimpin yang besar bagi kaumnya.

Ada empat kriteria yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk menjadi pemimpin. Semuanya terkumpul di dalam empat sifat yang dimiliki oleh para nabi atau rasul sebagai pemimpin umatnya, yakni:

Pertama, Shidiq, yaitu kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap dan bertindak di dalam melaksanakan tugasnya. Lawannya adalah bohong. Kedua, Amanah, yaitu kepercayaan yang menjadikan dia memelihara dan menjaga sebaik-baiknya apa yang diamanahkan kepadanya. Baik dari orang-orang yang dipimpinnya, terlebih lagi dari Allah swt. Lawannya adalah khianat. Ketiga, Fathonah, yaitu kecerdasan, cakap, tegas, dan handal yang melahirkan kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul. Lawannya adalah bodoh. Keempat, Tabligh, yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan transparansi). Lawannya adalah menutup-nutupi (kekurangan) dan melindungi (kesalahan).

Dilain sisi, pemimpin dituntut untuk memahami kehendak dan memperhatikan penderitaan rakyat. Sebab, dalam sejarahnya para rasul tidak diutus kecuali yang mampu memahami bahasa (kehendak) kaumnya serta mengerti (kesusahan) mereka. Sebagaimana Q. S. Ibrahim (14): 4, “Kami tidak pernah mengutus seorang Rasul kecuali dengan bahasa kaumnya“, dan Q. S. At-Taubah (9): 129, “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, terasa berat baginya penderitaanmu lagi sangat mengharapkan kebaikan bagi kamu, sangat penyantun dan penyayang kepada kaum mukmin.

Dengan mengetahui konsep kepemimpinan dan kriteria pemimpin menurut Islam, sebagaimana yang telah diuraikan. Maka, kita wajib untuk memilih pemimpin yang mampu memberikan rasa keadilan, kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya, sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai Islam.

*) Pengurus Gerakan Pemuda Ansor Cabang Sidoarjo.