PIJARNews.ID – Agama memang isu yang sangat sensitif, belakangan konflik agama kembali muncul di India. Umat Islam India menggelar unjuk rasa, mereka menentang Undang-undang Kewarganegaraan India atau Citizenship Amendment Act (CAA). Umat Islam India menilai jika CAA bermuatan diskriminatif terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), terutama terhadap umat Islam di India.
Pemerintah India yang saat ini dikuasai oleh Partai Bharatiya Janata (BJP) mayoritas memeluk agama Hindu, menggunakan cara kekerasan untuk meredam aksi umat Islam. Sontak aksi kekerasan tersebut menjadi soroton dunia Internasional, sebagian besar elemen komunitas sosial, politik dan keagamaan dunia mengecam dan mengutuk aksi tersebut.
Perdana Menteri India, Narendra Modi merupakan bagian dari partai dengan mayoritas umat Hindu (BJP), sehingga bentrokan pengunjuk rasa dengan pendukungnya tidak bisa terelakkan. Namun, pendukung PM Narendra Modi cukup disayangkan jika menggunakan cara kekerasan untuk meredam aksi umat Islam tersebut.
Bahkan sampai dikabarkan telah memakan korban jiwa, kesemua korban adalah bagian dari pengunjuk rasa umat Islam di India. Ada sekitar 20 orang meninggal dunia akibat bentrokan tersebut. Kabar tersebut cepat menyebar dan beredar luas di media sosial dengan menuai beragam tanggapan.
Tak terkecuali termasuk di Indonesia, konflik SARA antara umat Hindu mayoritas dan umat Islam minoritas ini, menuai beragam tanggapan masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam. Salah satunya berasal dari pengamat radikalisme agama UMSurabaya Dr. Sholikhul Huda, M.Phil.I.
Saat ditemui PIJARNews.ID di kantor PPAIK UMSurabaya, Jum’at (28/2/2020). Pria yang juga Direktur Lembaga Risat & Survey Kedai Jambu Institute (KJI) ini mengatakan, “Frame atau wacana tersebut sangat berbahaya bagi keutuhan dan persatuan Indonesia,” ujarnya.
Lanjutnya kata Dr. Sholik, Pemerintah Indonesia harus waspada terhadap isu konflik Hindu-Islam di India tersebut. Agar tidak menjadi isu liar dan meluas di masyarakat yang multiagama ini. “Apalagi kita ketahui bersama jika di Indonesia ada umat Hindu yang mayoritas berada di Pulau Dewata Bali,” tegasnya.
Kepada semua fihak, dia juga berpesan agar memahami penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Sehingga jika isu ini digoreng dan disebarkan oleh kelompok yang tidak bertanggung jawab, ditakutkan akan menimbulkan benturan atau aksi balasan pada umat Hindu di Indonesia, dan ini sangat berbahaya bagi persatuan Indonesia.
Maka dari itu, Dr. Sholik berharap pemerintah sebaiknya segera berkordinasi dengan semua organisasi keagamaan di Indonesia, baik itu Islam, Kristen, Katholik, Hundu, Budha, dan Konghucu, agar semua menjadi tenang, bersikap dewasa dan tidak terprovokasi. “Apabila pemerintah tidak segera melakukan langkah preventif, maka tidak menutup kemungkinan aksi serupa bisa terjadi di Indonesia,” pungkasnya.
Reporter: Rifqi Penulis: Rifqi Editor: Suhartatok