Khazanah Islam, Rasulullah Pun Berpeluh Sakit Saat Sakaratul Maut

0
2022

PAGI itu, walau langit mulai menguning tapi burung-burung enggan mengepakkan sayapnya. Pagi itu, Rasulullah dengan suara lemah memberikan Khutbah terakhir pada umatnya: “Wahai umatku kita semua berada dalam kekuasaan Allah .. maka taati dan betaqwalah kepadaNya. Kuwariskan dua perkara pada kalian yakni Al Quran dan sunahku. Barangsiapa mencintai sunahku berarti dia mencintaiku. Dan kelak orang-orang yang mencintaiku akan masuk surga bersamaku”.

Khutbah yang singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang syahdu. Dan menatap mata sahabat-sahabatnya dengan tenang. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang. Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Isyarat itu telah datang. Sudah saatnya Rasulullah saw akan meninggalkan kita semuanya, keluh hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat saat Ali dan Fadhal dengan cepat menahan Rasulullah yang semakin melemah dan goyah saat turun dari mimbar.

Di saat itu kalau saja mampu seluruh sahabat yang hadir disana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari semakin tinggi tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup rapat. Sedang di dalamnya, Rasulullah masih terbaring lemah dengan kening yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seseorang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk” tanyanya pelan. Tapi Fatimah tidak mengijinkanya masuk. ‘Maaf ayahku sedang demam’ kata Fatimah sambil membalikkan badan lalu menutup pintu. Kemudian Fatimah kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah: ‘Siapakah itu wahai anakku”. Aku tidak tahu wahai ayahku seperti nya baru kali ini aku melihatnya’ tutur Fatimah lembut.

Lalu Rasulullah menatap mata putrinya dengan pandangan yang menggetarkan jiwa seolah-olah seluruh sudut wajah anaknya itu hendak dikenang nya. ‘Ketahuilah nak .. dia yang menghapus kenikmatan sementara .. dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikat maut’ kata Rasulullah. Fatimah menahan ledakan tangisnya. Ia tidak menyangka ayahnya akan meninggalkan untuk selamanya. Malaikat maut telah datang menghampiri. Rasulullah pun menanyakan kenapa Jibril tidak datang menyertainya.

Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap menyambut ruh kekasih Allah di atas langit dunia. “Jibril jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah’ tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah. “Pintu pintu langit telah terbuka para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga menanti kedatangan mu”, kata Jibril.

BACA JUGA :  Potensi Problematika Pemilu 2024 dan Cara Mengatasinya

Tapi semua penjelasan Jibril itu tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan dan tanda-tanya. ‘Engkau tidak senang mendengar kabar ini’ tanya Jibril lagi. ‘Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umat ku kelak”. Tanya Rasulullah sambil mengkawatirkan umatnya. ‘Jangan kawatir wahai Rasulullah. Aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: Aku haramkan surga bagi siapa saja kecuali umat Muhammad. Mereka kelak berada di dalamnya kata Jibril meyakinkan.

Detik-detik wafat nya Rasulullah semakin dekat saatnya izrail melakukan tugasnya sebagai malaikat pencabut nyawa. Perlahan-lahan ruh Rasulullah ditarik oleh Izrail ketika itu tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh dan urat-urat lehernya menegang. ‘Jibril betapa sakitnya sakaratul maut ini”. Perlahan desiran suara Rasulullah mengeluh.

Fatimah hanya mampu memejamkan matanya sementara Ali yang ada di sampinginya menunduk semakin dalam, sementara Jibril memalingkan muka. ‘Jijikkah kau melihat mukaku wahai Jibril sehingga kau paling kan wajahmu”, tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu. ‘Siapa yang sanggup menyaksikan kekasih Allah merasakan sakaratul maut’ kata Jibril.

Sesaat kemudian Rasulullah memekik karena sakit yang tidak tertahan kan lagi. ‘Ya Allah sungguh dahsyat sekali maut ini. Timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku. Jangan kau timpakan pada umatku”. Badan Rasulullah mulai dingin. Kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi, Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu.

Ali pun mendekatkan telinganya: “Ushikum bi shalati wa maa malakat aimanukum, peliharalah shalatmu dan jagalah orang-orang lemah diantaramu. Di luar pintu terdengar tangisan mulai bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutup wajahnya dengan tangannya sementara Ali kembali mendekat kan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. Umati .. ummati .. ummati .. “.tidak terdengar suara dari bibir Rasulullah yang mulai pucat itu.

Manusia pilihan Allah itu menghembuskan nafas terakhir di saat beliau memanggil umatnya. Di pangkuan Aisyah isteri nya. Fatimah dan semua sahabat larut dalam tangisan mendalam. Mereka hanya bisa menyaksikan tubuh yang selama ini memancarkan cahaya itu tidak bergerak lagi. ‘Rasulullah telah pergi meninggalkan kita sendirian’ keluh para sahabat di sela-sela tangisnya,

Mampukah kita mencintai Nabi sebagai mana Nabi mencintai kita kepada umatnya. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. Betapa sayangnya Rasulullah kepada kita. Andaikan kita bisa bertemu dengan Rasulullah. Sungguh akan mengalir air mata kita .

Oleh: Nurbaniyusuf
Penulis tinggal di Kota Batu Jawa Timur