Oleh ; RASMIN *)
PEMILU Serentak 2019 yaitu pemilihan umum untuk memilih DPR, DPD, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota serta Presiden dan Wakil Presiden telah sampai tahapan inti yaitu pemungutan suara dan penghitungan suara, setidaknya ada 3 (tiga) tahapan dalam pemilu secara umum yaitu pertama ; Tahap Persiapan (penyusunan program, anggaran, serta peraturan teknis lainnya), kedua ; Tahap Pelaksanaan (penyusunan DPS-DPT-DPTb-DPK, pendaftaran calon, partai politik, kampanye termasuk di dalamnya debat kandidat calon, pemungutan suara, penghitungan suara, lainnya) ketiga ; Tahap Akhir (bila terjadinya sengketa, gugatan hasil, penetapan pasangan calon terpilih).
Merujuk Peraturan KPU (PKPU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum 2019 maka saat ini kita dalam masa rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kecamatan, ada yang urgen dalam tahap ini diantaranya ; pertama : masih banyak terjadi salah tulis rekapitulasi suara (salah tulis perolehan suara caleg, salah tulis jumlah perolehan suara caleg, salah tulis suara partai dan suara caleg, salah nulis jumlah total perolehan suara sah caleg, partai dalam peserta pemilu dan yang bahkan sangat mudahpun masih terjadi salah yaitu jumlah suara calon presiden dan wakil presiden), Kedua : ada dugaan dengan terjadinya situasi seperti itu bisa dimainkan oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan misalnya peserta pemilu atau team sukses melobby penyelenggara pemilu baik kpps, pps atau ppk untuk merubah jumlah perolehan suara caleg atau pasangan calon presiden dan wakil presiden sehingga mendongkrak suaranya menjadi lebih besar atau dengan modus-modul lain.
Bahwasanya tahapan pemungungan suara dan rekapitulasi hasil pemungutan suara merupakan jantung nya pemilu, bila terjadi salah tulis, salah hitung atau sampai kecurangan manipulasi maka pemilu kita sudah tidak sesuai yang diharapkan dari undang-undang yaitu jujur dan adil. Hal tersebut yang mendasari betapa pentingnya proses tahapan tersebut walaupun dalam penyelenggara pemilu dalam hal ini KPPS, PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Propinsi, KPU sudah ada saksi, pengawas, atau bahkan pemantau.
Saya melihat ada beberapa faktor menyikapi masih banyaknya terjadi kesalahan disana sini yaitu pertama ; kualitas penyelenggara pemilu terutama KPPS, Kedua ; pembinaan terhadap penyelenggara pemilu yang masih belum sesuai harapan. Ketiga ; kurangnya kemampuan managemen dan leadership penyelenggara pemilu, artinya menjadi KPPS harus memahami tugas pokok dan fungsi yang akan dikerja sehingga tidak akan terjadi kesalahan.
Menakar kepercayaan publik kepada KPU
Beberapa waktu lalu ada berita viral ditemukannya 7 kontainer berisi surat suara pilpres, yang paling hangat h-2 pemungutan suara ditemukan lagi surat suara yang sudah tercoblos salah satu pasangan calon presiden di Malaysia, dan masih banyak lagi dugaan-dugaan yang diasumsikan sebagai pelanggaran di pemilu 2019, belum lagi tentang ditemukan beberapa temuan yang dilakukan oleh Bawaslu dan jajarannya terkait pelanggaran pemilu baik yang sifatnya administrasi bahkan pidana yang dilakukan oleh peserta pemilu dan atau pasangan calon serta team sukses.
Belum lagi terjadi kebijakan KPU dan Bawaslu yang tidak solid misalnya KPU dalam keputusannya mencoret nama Oesman Sapta Odang sebagai calon DPD karena dia adalah ketua umum partai tetapi Bawaslu tidak demikian, termasuk juga KPU dan Bawaslu juga beda pendapat tentang Caleg yang eks koruptor tidak bisa mencalonkan dst, publik menilai kedua lembaga penyelenggara tersebut kurang harmonis.
Di media Televisi sudah mulai terlihat hasil quick count pemilu 2019 Pasangan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin terus memimpin di tiga lembaga survei, yaitu Poltracking Indonesia, Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI), dan Charta Politika Indonesia. Poltracking Indonesia, Jokowi-Ma’ruf Amin sebagai pasangan capres dan cawapres nomor urut 01 masih menguasai. Mereka unggul dengan kisaran 54,40 persen. Sementara itu, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno ada di posisi tertinggal dengan raihan 45,60 persen. Hasil hitung cepat Pilpres 2019 yang dilakukan oleh Poltracking tidak memiliki perbedaan yang mencolok dari KedaiKOPI. Jokowi memimpin dengan 55,12 persen. Sementara itu, Prabowo memiliki 44,88 persen. Perolehan suara Jokowi dan Ma’ruf Amin berdasarkan hasil quick count Charta Politika juga masih dalam kisaran yang sama. Pasangan “petahana” memiliki 54,32 persen. Mereka mengungguli Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno yang hanya memiliki 45,68 persen.
Beberapa hasil qiuck count lembaga survey mulai Poltracking Indonesia, Charta Politika, Kedai Kopi dan lainnya juga merilis bahwa kemenangan kontestasi pilpres 2019 ini adalah pasangan calon presiden Jokowi Amin yang hasil yang sedikit berbeda antara lembaga survei tersebut di atas.
Beberapa jam setelah penghitungan suara calon presiden prabowo subianto menyampaikan pidatonya bahwa team saksi dan relawan Badan Pemenangan Nasional Prabowo Sandi telah melakukan real count bahwa akan mendapatkan suara 62 persen suara nasional dan jokowi amin memperoleh 38 persen, lewat pidato tersebut disampaikan bahwa prabowo yakin akan memenangkan kontestasi pilpres 2019 ini.
Saya ingin sampaikan terkait dengan hal tersebut, pertama ; adanya klaim kebenaran data di masing-masing kubu pasangan calon, hal tersebut tentu akan menimbulkan reaksi dari rakyat (publik) sebenarnya yang dipakai tolak ukur kebenaran data darimana kalau semua kubu mengklaim memenangkan hasil pilpres, termasuk data dari pihak ketiga (lembaga survey, lembaga independen lainnya). Kedua ; terjadi gesekan sosial politik yang kuat bila masing-masing pasangan calon menyampaikan klaim kemenangannya. Oleh sebab itu publik tentu menunggu akan real count dari pihak penyelenggara pemilu yakni KPU yang masih dalam proses rekapitulasi sebelum diputuskan final siapa pemenang dari kontestasi pemilu 2019 ini.
Menurut pandangan saya agar kepercayaan publik terhadap KPU tinggi maka, pertama ; KPU harus benar-benar menjaga asas dan prinsip penyelenggara pemilu (mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, efisien) Kedua ; senantiasa menjaga netralitas artinya KPU wajib melayani semua pihak baik peserta pemilu, pasangan calon, team sukses terhadap kepentingan pemilu sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan terlaksananya asas, prinsip penyelenggara pemilu serta menjaga sikap netral maka saya meyakini bahwa pemilu 2019 akan menjadi momentum demokrasi yang menggembirakan sehingga menghasilkan para legislator yang mumpuni akan tanggungjawabnya serta terpilih juga presiden dan wakil presiden yang terbaik untuk bangsa dan negeri indonesia tercinta. Ukuran yang sederhana bahwa pemilu berjalan dengan baik adalah seberapa kecil jumlah pelanggaran/kecurangan yang terjadi bukan seberapa banyak pelanggaran/kecurangan, gugatan dan putusan.
Tentu sebagai warga negara yang baik saya optimis bahwa penyelenggara pemilu akan menuntaskan dan menyelesaikan tahapan yang akan datang ini dengan baik sesuai dengan aturan perundang-undangan.
*) Aktivis Pemuda Muhammadiyah