PIJARNEWS.ID
Oleh: Fahrul Syarifuddin, S.HI *)
Setiap zaman akan ada generasinya. Prinsip itulah yang sedang berlaku di zaman serba digital dewasa ini. Telah banyak kita mendengar mengenai istilah generasi milenial, yaitu kelompok yang termasuk dalam generasi Y, dan yang sering juga disebut echo boomers. Para ahli menggolongkan mereka dalam tahun lahir antara 1980-1990, atau pada tahun awal milenium kedua, tahun 2000 dan seterusnya.
Secara umum, generasi milenial dapat digambarkan sebagai generasi yang sadar dan gandrung akan penggunaan teknologi. Mereka tidak tertarik dengan tipikal pekerjaan yang “ajeg” dan rumit, namun mereka bekerja dengan efektif. Gen Y, sangat terbuka terhadap saran-saran dan ide-ide kreatif, cukup individualis, serta lebih menyukai literasi digital daripada sekedar membaca dengan cara kuno (konvensional). Generasi milenial lahir, seiring dengan kemajuan dibidang teknologi yang sekarang telah memasuki fase lanjut (Super Computer Era). Dimana kondisi yang demikian juga bertepatan dengan era revolusi industri 4.0, yaitu zaman yang menuntut serba cepat, tepat, efektif, dan efisien.
Teknologi adalah produk kebudayaan yang diciptakan untuk mempermudah pekerjaan manusia, dengan “pakem” syarat tidak menghilangkan atau mereduksi fungsi kemanusiaan sebagai bagian dari kerja peradaban. Dalam proses perkembangannya, hampir semua revolusi industri selalu bercirikan dengan teknologi yang mengalami disrupsi, yaitu sesuatu yang bersifat merusak tatanan struktur sebelumnya. Menurut KBBI (2016), disrupsi adalah sesuatu yang tercabut dari akarnya, atau sesuatu yang sedang mengalami perubahan secara mendasar (fundamental). Perkembangan teknologi saat ini akan membuat semakin banyak kemudahan dan inovasi yang ditawarkan.
Fakta mencatat bahwa perkembangan teknologi akan berbanding lurus dengan perubahan sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya. Hal ini tercermin sebagaimana yang pernah terjadi pada tiga fase revolusi industri generasi pendahulunya. Masyarakat dan teknologi telah terlanjur susah untuk dipisahkan. Fenomena yang sedang trend dan menggejala pada masyarakat saat ini adalah pergeseran aktifitas dari yang semula didunia nyata ke dunia maya. Hari ini, masyarakat sedang mengalami masa transisi menuju masyarakat informasi, dimana masyarakat sudah tidak lagi menjadi objek pasif, namun dapat berperan aktif sebagai salah satu produsen informasi lewat platform media sosial.
Dengan pergeseran ini masyarakat akan dengan sangat leluasa memanfaatkan teknologi. Bahkan lebih jauh daripada itu, teknologi juga telah begitu menyentuh pola kehidupan manusia secara personal dari berbagai sudut. Lewat internet untuk segala (IoT/Internet of Things), masyarakat akan bisa melakukan banyak hal. Dari sisi positif, masyarakat dapat memulai memenuhi kebutuhan ekonominya dari berbisnis online, mengatur sebuah organisasi, sekedar berhibur, meningkatkan kapasitas diri, dan sebagainya. Sedangkan sisi negatifnya, seseorang akan dengan begitu mudah menyebarkan berita bohong (hoax dan false news), memutar balikkan data dan fakta, untuk sekedar menggiring opini publik demi mendongkrak popularitas kelompok tertentu. Pornografi dan literasi instan, juga akan begitu cepat menyebar dan mudah sekali kita temukan. Yang kesemuanya itu dapat dilakukan dengan hanya melalui satu perangkat saja, karena data sudah disimpan di “awan” (Cloud) sebagai bagian dari “maha data” (Big Data).
Herbert Marcuse (1966), dalam karangan fenomenalnya “One Dimentional Man” mengatakan; Perkembangan ilmu dan teknologi telah memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, namun sebenarnya pokok persoalan masyarakat modern adalah ada pada hilangnya fungsi-fungsi kemanusiaan. Bagi Marcuse, ilmu dan teknologi bukan sesuatu yang bebas nilai atau netral. Teknologi memang memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan, namun banyak masyarakat sekarang terperangkap dalam penguasaan dan penjajahan teknologi. Teknologi mampu menggantikan peran manusia dalam kehidupan. Teknologi yang awalnya diciptakan sebagai alat untuk membantu manusia, kini berlaku sebaliknya, teknologi menjadi alat untuk menindas dan mengasingkan manusia dari rasa kemanusiaanya.
Harus diakui bahwa masyarakat modern hari ini telah jauh terbuai oleh kemajuan teknologi. Sehingga seolah-olah melupakan apa yang sebenarnya penting bagi mereka, yakni sifat kemanusiaan dan nilai-nilai kebenaran universal. Sudah saatnya teknologi yang sudah sedemikian maju dan canggih ini kita gunakan untuk suatu tujuan yang positif (bekerja membangun peradaban). Meskipun disisi lain, tidak menutup kemungkinan akan selalu ada yang mempergunakannya untuk keperluan negatif. Cukup terdengar klise memang, namun untuk menjadi bijaksana kadang kita harus memilih, karena menjadi bijak adalah pilihan.
Tentu dalam sudut pandang kita sebagai kaum yang intelektual (IMM), kondisi bangsa yang demikian adalah merupakan peluang sekaligus tantangan zaman. Yang menuntut kita berfikir lebih kritis (critical thinking), bertindak lebih cerdas dan kreatif lagi, serta keluar dari zona nyaman saat ini. Dari berbagai fenomena perubahan yang telah tersebut diatas, menjadi penting kiranya untuk kita membicarakan perubahan strategi dakwah yang tepat pada era milenial dalam lingkup perkaderan. Sebagai underbow Muhammadiyah, IMM bertanggungjawab langsung terhadap kewajiban dakwah yang berada diranah kampus, karena basis utama perkaderan IMM adalah mahasiswa yang hampir semua kini termasuk dalam generasi milenial. Kita wajib beradaptasi, dan lebih kreatif agar selaras dengan perkembangan zaman sehingga tidak tergerus dan mati didalamnya. Oleh karena itu perubahan strategi mutlak diperlukan supaya kader IMM dapat bertahan, menjadi ushuwah khasanah, serta menjadi bagian penting dari cerita peradaban yang sedang berlangsung.
*( Instruktur Nasional DPP IMM