PIJARNEWS.ID
Oleh: Nadjih Prasetyo*
Memasuki Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), dunia pendidikan kita dihebohkan atas penolakan sistem zonasi. Bahkan anehnya, orang tua siswa sampai menginap di pelataran sekolah. Timbul pertanyaan, salahkah sistem zonasi itu?
Secara sederhana, sistem zonasi adalah model PPDB menggunakan jarak tempat tinggal dengan sekolah. Anak usia sekolah atau calon peserta didik yang hendak melanjutkan sekolah, diseleksi melalui model zonasi.
Zonasi itu sebenarnya sudah sangat sesuai dengan kehendak konstitusi. “Mencerdaskan kehidupan bangsa” adalah tugas institusi sekolah. Maka posisi sekolah disini sama rata, sama rasa sebagai institusi yang mendidik dan memberikan pengajaran pada setiap peserta didik untuk meraih kecerdasan.
Namun nasi sudah menjadi bubur, stigma sekolah favorit dan tidak favorit melekat dikalangan masyarakat. Saat itulah sebagian kecil masyarakat, kelas elit melakukan protes sebab anak-anak mereka tidak dapat masuk di sekolah yang dilabeli sekolah favorit.
Padahal saat bersamaan, sistem zonasi itu menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy sebagai upaya pemerataan mutu pendidikan. Dari zonasi, Tidak ada lagi harapan muncul labeling sekolah itu jelek, sekolah itu bagus, sekolah ini berkualitas, sekolah itu tidak berkualitas.
Sekolah harus berperan sebagai institusi negara yang memiliki peran yang sama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka semua sekolah harus menjadi institusi favorit untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Soal prestasi ataupun kaunggulan siswa itu tidak melulu disebabkan mereka sekolah dimana, namun sejauh mana mereka mengembangkan dan melatih skill agar meraih prestasi. Dimanapun sekolahnya tidak menjadi penghalang ataupun menghilangkan bakat kemampuan dasar peserta didik.
Bukankan ada konsep tentang _multiple intteligence,_ konsep kecerdasan majemuk. Maka dengan sekolah dimanapun, asal dapat tersalurkan bakatnya tentu akan tetap menghasilkan prestasi.
Dengan adanya sistem zonasi, sebenarnya secara langsung menghilangkan diskriminasi sekolah. Tidak ada lagi sekolah favorit dan non favorit, yang ada adalah sekolah semua favotit untuk mencerdaskan bangsa. Itulah tugas sekolah mencerdaskan bangsa.
Rasa keadilan dari sistem zonasi juga didapat. Akses layanan sekolah menjadi lebih mudah. Kaum berkebutuhan kusus (difabel) juga dapat menikmati mudahnya akses sekolah.
Pemerintah dalam menentukan lokasi sekolah juga tidak sembarangan, tentu berdasarkan perhitungan antara luas wilayah dan jumlah penduduk. Sifat dasar dari berdirinya sekolah sebenarnya adalah penentuan lokasi agar akses masyarakat mudah, bukan soal sekolah itu jauh lebih unggul dari sekolah lain. Dan zonasi mengembalikan tujuan awal itu.
Zonasi memberi harapan baru, bagi mereka yang memiliki ekonomi pas-pasan akan terbantu dengan adanya zonasi. Ongkos kesekolah juga menjadi lebih murah. Yang lebih penting lagi, selama ini mereka yang dikatakan miskin selalu tersingkirkan dari sekolah-sekolah yang memiliki akses layanan yang komplit, seperti fasilitas lap, fasilitas olah raga, fasilitas perpustakaan dan lainnya. Dengan adanya zonasi mereka yg tinggal dekat sekolah itu dapat menikmati sekolah tersebut, tentu akan memacu untuk meningkatkan kualitas peserta didik.
Maka, apa yang mengkahwatirkan atas sistem zonasi?, tentu tidak ada alasan yang mendasar. Penolakan cenderung berangkat menggunakan pendekatan subyektifitas bukan objektifitas. Mereka merasa di rugikan karena tidak bisa memilih yang di idamkan, apalagi nilai UN terkalahkan oleh zonasi.
Tenang wahai ibu bapak yang memiliki nilai UN dan Nilai Sekolah sempurna dan fantastis. Masa depan anak anda tidak akan tercerabut dari dirinya. Dimanapun anak anda bersekolah, saat itulah kesempatan prestasi anak anda akan terus terasah.
Ingat, sekolah bukan institusi berstrata dan menciptakan sistem kelas, sekolah adalah institusi luhur, segala aktivitas bersekolah adalah upaya mendidik dan mengajar. Jadi tenang ibu dan bapak, anak anda tetap menjadi orang pintar, cerdas, dan berbudi luhur dimanapun ia sekolah.
Sekali lagi, sekolah berperan sama dalam upaya “mencerdaskan kehidupan bangsa”, bukan sebaliknya sebagai institusi pasar yang meraup keuntungan. Maka, jaminan usia anak untuk bersekolah atas harus di dahulukan atas segala-galanya, sebab ini kebutuhan pokok. Seharusnya itu yang di jamin pemerintah dan di kontrol oleh masyarakat. Buka malah menolak sistem rekrutmen PPDB zonasi.
Zonasi adalah sistem terbaik, untuk menghilangkan stratifikasi sekolah, mempercepat pemerataan mutu, menghadirkan keadilan, menghilangkan diskriminasi.
*Ketua Umum DPP IMM