Gerakan Tani Bangkit Muhammadiyah

0
910

PIJARNEWS.ID

Oleh: Among Kurnia Ebo*

Seharian kemarin saya menemani teman-teman Lazizmu dan MPM PC Muhammadyah Babat Lamongan, Jatim, di bawah pimpinan mas Eko Hijrahyanto Erkasi dan Edy Syahputro, yang lagi studi banding model pemberdayaan agribisnis jamaah Muhammadyah khususnya yang berprofesi sebagai petani di desa Gempol, Karangaanom, Klaten. Selaku tuan rumah yang dikunjungi untuk studi banding ini adalah Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PD Muhammadyah Klaten.

Model pemberdayaan petani versi Majelis Pemberdayaan Masyarakat PP Muhammadyah adalah concern yang sudah lama dirintis semenjak jaman Pak Said Tuhuleley (alm). Bahkan concern Pak Said pada gerakan pemberdayakan masyarakat di tingkat terbawah khususnya para petani melalui MPM inilah yang telah mengantarkannya memperoleh anugerah Doktor Honoris Causa dari UMM Malang. Slogan “Selama Rakyat Masih Menderita Tidak Ada Kata Istirahat” yang beliau canangkan seakan telah menjadi ruh gerakan MPM PP Muhammadiyah hingga kini. Tujuan dari ‘Jihad Kedaulatan Pangan’ adalah mewujudkan kedaulatan pangan. Dalam hal ini, kesejahteraan petani sebagai produsen pangan dapat meningkat dengan menghasilkan produk yang berkualitas (halalan-thoyiban) dan diterima oleh pasar. Sejauh ini realitas kehidupan para petani selama ini masih sangat memprihatinkan. Mereka berada pada struktur sosial-ekonomi terbawah. Kondisi ini meniscayakan kehadiran para aktivis Muhammadiyah untuk terjun ke sektor pertanian dan memberikan pendampingan agar petani dapat berdaulat di negeri sendiri.

Salah satu pilot proyek yang sudah dipandang berhasil (sebagai percontohan) adalah gerakan Tani Bangkit di Gempol, Karanganom, Klaten. Gerakan yang diinisiasi oleh MEK PDM Klaten dan Lazismu PP ini jumbuh dengan visi MPM PP yang telah mendeklarasikan pembentukan JATAM (Jamaah Tani Muhammadyah) pada Maret 2018 guna masifikasi gerakan pemberdayaan petani. Para petani Gempol sudah sejak beberapa tahun sebelumnya, atas inisiatif sendiri, telah membentuk kelompok Tani Organik dalam wadah Kelompok Tani yang dibentuk oleh Pemerintah Desa. Mereka fokus mengembangkan pertanian organik, dengan varietas padi Rojolele.

Rojolele adalah varietas padi unggulan dan khas Klaten yang konon dulunya adalah beras yang paling disukai raja-raja Mataram. Varietas ini sangat istimewa terutama dalam hal rasa yang pulen dan wangi.

“Dulu usia tanamnya saja sampai 5 bulan lebih 20 hari. Oleh karena itu, varietas istimewa ini sudah lama langka di pasaran karena para petani enggan menanamnya,” terang Pak Rahmadi pengurus Gapoktan. “Melihat potensi lokal ini, Pemkab Klaten bekerjasama dengan BATAN telah melakukan upaya pemuliaan Rojolele. Dengan sentuhan teknologi dari para ahli nuklir, usia tanam Rojolele dapat diperpendek menjadi 108 hari dengan tinggi tanaman yang normal, sama denganntanaman padi pada umumnya,” lanjutnya.

Gerakan Tani Bangkit Muhammadiyah hadir di Gempol guna membantu pengembangan budidaya Rojolele Organik. Bila sebelumnya di Gempol baru ada lahan padi organik seluas 5 hektar, maka dengan program yang dibiayai oleh Lazismu PP ini akan terjadi penambahan luas lahan 16 hektar. “Saat ini penambahan baru berjalan efektif 7 hektar,” kata Pak Rahmadi.

“Full 100% organik ya. Bukan hanya hasilnya. Tapi dari prosesnya hingga perlakuan akhirnya. Kita juga sudah mendapat sertifikasi dari Lesos (Lembaga Sertifikasi Organik). Prosesnya dulu sangat rumit. Monitoring dari Lesos juga rutin dilakukan. Tidak boleh ada SOP yang salah, meski hanya satu.” jelas Wahyudi Nasution, Ketua MEK (Majelis Ekonomi Kewirausahaan) PDM Klaten yang juga anggota MPP (Majelis Pemberdayaan Masyarakat) PP Muhammadyah, yang memandu dan menjamu para tamu ini, baik saat rapat, makan siang, maupun di lahan dan gudang pengemasan.

BACA JUGA :  Manifestasi Kesadaran Ekologi untuk Kini dan Nanti

Padi Rojolele yang dihasilkan para petani JATAM di Klaten dikelola dengan manajemen yang rapi dan terpadu sehingga standar kualitasnya dapat selalu dijaga. Pengemasannya pun sudah memakai plastik dan mesin vacum sehingga beras akan awet sampai dua tahun.

“Padi organik Rajalele ini kami jual dalam kemasan kardus berisi 20 kg. Hargai mulai Rp 450.000 per kardus, dan ada rabat/potongan harga untuk pembelian dalam jumlah banyak. Sementara ini masih beredar di kalangan warga Muhammadyah. Kami berikan apresiasi yang tinggi kepada Universitas Muhammadyah Yogyakarta yang sejak 8 bulan lalu telah membeli 5 ton per bulan untuk dosen dan karyawan di UMY. Sinergi ini jelas sangat penting guna memberi semangat kepada para Petani JATAM Gempol. Pembeli yang lain masih skala kecil, baik lewat koperasi maupun personal,” jelas Wahyudi, yang juga Direktur Utama pabrik konveksi jilbab dan mukena travelling BUNDA Collection Klaten.

Pada pertemuan kemarin, terjadi tanya-jawab menarik antara tamu dari Babat dengan para Pengurus Gapoktan. Salah satunya adalah pertanyaan, “Bagaimana cara menanam padi organik di lahan tadah hujan seperti di Babat?” Pak Dadi, salah satu Pengurus Gapoktan, menjawab dengan yakin karena pernah mencobanya. Dia menanam padi di lahan tadah hujan dengan trik khusus, dan ternyata berhasil.

“Ternyata padi justru bagus dikembangkan di lahan yang tak terlalu melimpah airnya,” kata Pak Dadi.

Pertanyaan lain yang mengemuka adalah,” Dari mana kita harus memulai pertanian organik?”

Pak Satibi, pengurus senior Gapoktan pun menjawab, “Yang penting ada niat dulu dari beberapa orang yang siap memulai sebagai pelopor. Tidak harus banyak. Beberapa orang itu membentuk lembaga, ada oengurus dan ada pembagian kerja. Lalu mau mempelajari SOP Organik dan mempraktekkan dengan sungguh-sungguh.”

“Model ini sudah mulai merambah beberapa daerah. Kalau yang melakukan studi banding dan magang di Gempol sudah ada ratusan orang. Tapi yang mempraktekkan langsung baru beberapa daerah,” imbuh Pak Rahmadi.

Capek tapi seneng. Itu yang saya rasakan. Entahlah, kalau ada program-program Muhammadyah yang positif, produktif, dan bervisi pemberdayaan jamaah, saya berasa antusias, bersemangat sekali menjalaninya. Saya sendiri berharap keberadaan JATAM ini akan menjadi salah satu amal usaha Muhammadyah unggulan di masa depan, yang langsung menyentuh lapis kehidupan masyarakat terbawah.

“Kita ingin kesejahteraannya meningkat. Cara budidayanya juga terukur dan benar. Sehingga pasar akan dengan senang hati menerima dengan harga yang pantas. Selama ini petani cenderung asal dalam budidaya dan hasilnya pun bakbuk, impas. Ini yang ingin kita terobos. Dengan sinergi bersama Lazizmu dan pihak kampus, saya optimis program idealis ini akan berhasil,” jelas Wahyudi saat menjamu tamunya di warung tengkleng Pak Kamto Jatinom yang legendaris itu.

*MPK Muhwmmadiyah Klaten