Oleh: Milada RA
Berawal dari rimbunan kayu dalam rimba
Diolah menjadi kertas-kertas
Dicoret-coret, ditulis huruf-huruf, syair-syair hingga ayat-ayat Tuhanku
Wahai lembar-lembar kertas
Karena jasamu, aku dapat berbicara
Aku dapat berbahasa
Aku dapat dikata makhluk-makhluk pandai dan cerdas
Wahai lembar-lembar kertas
Sejak kecil engkau didik aku
Sedari masa kanak-kanak
Yang hanya kulipat-lipat sampai kau tuntun kutemui cita-cita
Wahai lembar-lembar kertas
Karena jasamu pula, aku dapat mempelajari segala ilmu
Kuraih berbagai status dan titel yang melambungkan namaku
Kudapat popularitas dan kehidupan atas
Wahai lembar-lembar kertas
karena restumu pula
Aku disebut seorang siswa dan mahasiswa
Menjadi insinyur, magister, doktor, profesor dan pakar-pakar
Wahai lembar-lembar kertas
Engkau telah sempurnakan kemanusiaanku
Sesuai dengan titah Tuhanku
Akan tetapi, sampai disini apakah engkau telah temui harapan dan cita-citamu
Dan angin memberiku kabar
Bahwa engkau semalam merintih padanya
Engkau luapkan keluh kesahmu, engkau menangis-nangis sendu
Melihat anak-anak didikmu yang kini telah pandai
Menjadi penghafal-penghafal ulung
Menjadi pengibul-pengibul
Memakai topeng-topeng hidup
Jihad atas dasar perut dan kelompoknya, menjadi buas dan rakus
Tak peduli lagi yang berpeci dan berdasi
Kebanyakan mereka juga bermain-main dadu
Licik, kotor, penuh intrik dan siasat picik pada sesama
Dan tanpa basa-basi dibranguskan pula anak cucumu
Dibakar hutan-hutan tempat beranak pinakmu, diusik kawan-kawanmu
Persawahan di ratakan di tanami kaca, rawa dan sungai di sumpal dengan bongkahan gedung-gedung besi
Dibobol langit-langit atap rumahmu
Jadilah pengap, panas dan musnahlah sanak saudaramu
Inilah cerita sepasang makhluk
Alam dan manusia
Alam yang kini telah bernasip sial
Setelah mendidik anak-anak manusia, dipandaikan dan dimuliakan dari lembar-lembar kertas
Apa balasan yang didapat
Kini alam telah dirusak, bahkan terusir tidak punya tempat tinggal
Lantas apa guna pendidikan
Kalau akhirnya hanya menjadikan kita kerdil
Mudah terombang-ambing pada ilusi zaman
Menjadi rakus, egois dan apatis
Masa bodoh pada sesama
Tidak menjadikan perluasan rasa, dengan seluruh alam semesta.
Surabaya, 30 maret 2016