MOJOKERTO, PIJARNews.id – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mojokerto menyebutkan, selama tahun 2019 sampai 2020, peristiwa bencana alam masih terjadi sejumlah wilayah. Yakni, Tanah Longsor, Banjir, dan Angin Puting Beliung.
Kepala BPBD Kabupaten Mojokerto, Muhammad Zaini, memaparkan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan berdasarkan peta geografis yang dibuat sebelumnya.Yakni banjir, tanah longsor, dan puting beliung. Di Mojokerto sendiri ada lima muara sungai. Yakni, Ngoro, Trawas, Pacet, Gondang dan Jatirejo
Lima kecamatan tersebut merupakan wilayah hutan yang mana pada saat ini jumlah pohon di bawah tegakan sangat berkurang dalam satu hektar lahan seharusnya ada pohon dengan jumlah minimal 400 batang pohon.
“Selain itu, Kondisi vegetasi di lima wilayah tersebut sudah hancur. Ditambah dengan penghijauan dan penambahan pohon yang jarang sekali dilakukan oleh masyarakat,” ujarnya, Rabu (20/1/2021)
Masih kata Zaini, Faktor perubahan kebijakan dari Kementerian Perhutanan maupun Perhutani, terkait jenis penanaman pohon yang awalnya adalah Pohon Jati, menjadi Pohon Sengon, juga mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam melakukan penebangan dan reboisasi pohon
“Pohon Jati membutuhkan waktu yang lama untuk ditebang. Bahkan sampai puluhan tahun. Berbeda dengan Pohon Sengon yang membutuhkan waktu sekitar 5 tahun ke atas bisa dipanen. Sehingga, pohon untuk menyerap air tidak ada,” tandasnya.
Saat ini, Kondisi tembok penahan sungai di lima wilayah tersebut tidak ada dan mengalami kerusakan karena faktor bencana dan dirusak oleh tangan tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Hal ini juga diperparah dengan tidak adanya batu raksasa yang bisa mencegah aliran air untuk masuk ke wilayah perkampungan.
“Tidak adanya batu raksasa karena sering diambil oleh para penambang liar. Ini dikarenakan kebijakan pemerintah yang kurang tegas terkait penindakan bagi penambang liar dan perusak lingkungan,” tegasnya.
Selain aktifitas tersebut, faktor yang menyebabkan hilangnya banyak batang pohon di wilayah tersebut adalah kebakaran hutan dan lahan yang terus terjadi secara masif yang telah menghanguskan sekitar 1000 hektar.
“Pola penanganan bencana saat ini sudah berubah. Paradigmanya saat ini kami rubah menjadi pencegahan. Penelitian menunjukkan orang yang selamat dari bencana karena kemampuannya tentang penanganan bencana sebanyak 50% lebih,” terangnya.
Agar pencegahan bencana menjadi maksimal, BPBD Kabupaten Mojokerto juga memasang alarm peringatan dini (Early Warning System) di sekitar tempat yang rawan bencana alam. Selain itu juga menyiapkan Tim Reaksi Cepat, perahu karet, alat pemantau cuaca, dan pengintegrasian kebencanaan dan lain sebagainya.BPBD Kabupaten Mojokerto juga mempunyai sarana dan prasarana berupa 1 gudang, 2 unit pos damkar, 6 unit truk damkar, 6 unit motor trail, 1 unit pick up, 2 unit mobil rescue, 13 unit perahu, dan lain sebagainya.
“Kami juga membentuk Desa Tangguh Bencana dalam rangka edukasi. Kemudian juga membuat sekolah dan madrasah aman bencana, perempuan tangguh bencana,tempat ibadah aman bencana serta puskesmas dan rumah sakit aman bencana. Jadi kami geser ke persiapan,” sambungnya.
Namun demikian, lanjut Zaini, langkah terakhir yang disiapkan adalah berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mengingat, tidak semua bencana alam bisa diprediksi kapan terjadinya.
“Yang datangnya tidak bisa diprediksi adalah angin puting beliung. Kami bisa mendeteksi tapi menyampaikan kepada masyarakat yang terlambat karena proses terjadinya sangat cepat sekali,” pungkasnya. (ram/mad)