PASURUAN, PIJARNEWS.ID – Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) STIT Muhammadiyah Bangil menyelenggarakan agenda Buka Bersama dan Kajian (Bubarkan) dengan tema “Masa depan STIT Muhammadiyah Bangil?” pada Rabu, (03/04/24).
Agenda tersebut bertujuan untuk menyampaikan aspirasi dari hasil angket yang sudah disebar sebelumnya terkait problem dan keresahan yang selama ini dirasakan. Meski begitu, forum tersebut belum mendapatkan hasil dan jalan keluar sebagaimana yang diharapkan.
Rektor STIT Muhammadiyah Bangil pun tidak hadir di forum tersebut. Adapun perwakilan kampus hanya dihadiri oleh Bapak Yusuf Ande dan Ibu Badi’atul Hikmah.
Semakin nampak jelas bagi kader IMM bahwa Rektor STIT Muhammadiyah Bangil tidak pernah hadir dalam ruang-ruang diskusi yang diselenggarakan oleh IMM, seperti yang diungkap oleh Ketua PC IMM Pasuruan Raya, Himamul faiq mengatakan
“Selama ini tidak pernah sekalipun Pak Iwan sebagai Rektor hadir di acara yang diselenggarakan IMM, jangankan berkontribusi, hadir aja gak pernah” ujar Himamul Faiq, Ketua Pimpinan Cabang (PC) IMM Pasuruan.
Arif Yanuar, Ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKA) STIT Muhammadiyah Bangil pun ikut menanggapi hasil diskusi tersebut. “Dari dulu ketika kita diskusi dengan Pimpinan kampus jawabannya selalu itu-itu aja, tidak ada progres sama sekali” ungkapnya.
Forum diskusi yang berlangsung hingga adzan maghrib itu pun dirasa tidak membuahkan hasil apalagi solusi, sehingga kader-kader yang merasa tidak puas kemudian melanjutkan diskusi sebagai upaya advokasi lebih lanjut, dan melakukan penyegelan ruang Rektorat.
Koordinator agenda BUBARKAN Wildan Miftahul Ilmi memberikan penjelasan bahwa ini adalah bentuk protes keras kami terhadap Kampus PTM yang kita cintai.
Beberapa hal yang kita soroti antara lain:
1. Adanya sistem pendidikan yang tidak sehat, antara mahasiswa aktif dan mahasiswa kelas jauh, dimana ketika mahasiswa aktif akan mendapatkan nilai sama dengan mahasiswa kelas jauh yang tidak pernah melaksanakan aktivitas perkuliahan sebagaimana mahasiswa reguler lainnya.
2. Mahasiswa tidak pernah mendapatkan transparansi nilai hasil belajar sebagaimana mahasiswa pada umumnya (tidak ada Kartu Hasil Studi)
3. Dari hasil penelusuran kami banyak oknum yang tiba-tiba lulus menyandang gelar sarjana hanya dengan melunasi biaya pendidikan.
4. Transparansi potongan KIP 50% yang tidak jelas alokasi kegunaannya.
5. Diantara sekian banyak civitas akademika tidak ada satupun yang turut berkontribusi aktif di persyarikatan, dan hampir sebagian besar dosen bukan kader Muhammadiyah.
“Ini adalah beberapa poin penting yang bisa kami paparkan, dan masih banyak lagi problem dan kejanggalan yang ada di tubuh Kampus ini, sehingga kami menganggap para pimpinan kampus ini tidak serius dalam mengelola dan menjalankan amanah, hidup segan mati tak mau. Kita akan melanjutkan laporan ini ke pimpinan diatas kami yaitu Bidang Pengembangan Jaringan Perguruan Tinggi DPD IMM Jatim,” papar Wildan.
Mereka berharap agar kasus ini mendapat perhatian khusus dari PDM Pasuruan, PWM Jatim dan Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, sehingga para oknum dan penumpang gelap persyarikatan di PTM tidak semakin berkembang dan menurunkan marwah Muhammadiyah secara umum.