PIJARNews.ID – Generasi milenial adalah generasi yang lahir setelah generasi global, yang mana mereka lebih tertarik kepada lingkungan media sosial atau dunia maya. Generasi ini merupakan generasi yang tidak bisa jauh dari teknologi canggih seperti gawai dan komputer.
Sayangnya, banyak dari generasi milenial tidak menyadari bahwa dalam memanfaatkan teknologi, mereka tidak menyertakan peran agama di dalamnya. Padahal peran agama sangatlah penting di dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya dalam berdakwah. Jika kita memiliki ilmu dan memiliki kesempatan untuk berdakwah kita diwajibkan untuk mendakwahkannya kepada orang lain.
Hanya saja banyak dari kita kaum muslimin, bahkan generasi milenial pun salah paham dalam mengartikan kata “dakwah”. Banyak yang menganggap bahwa “dakwah” itu harus di depan orang banyak, dilakukan di masjid, di depan jamaah ta’lim.
Dakwah berasal dari bahasa arab yang artinya memanggil, menyeru atau mengajak orang lain kepada kebaikan. Dakwah merupakan salah satu cara dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Nah, dengan artian tersebut apakah dakwah harus dilakukan di masjid atau di dalam jamaah ta’lim saja? Tentu tidak harus. Dakwah dalam penyampaiannya bisa dilakukan perorangan maupun berjamaah. Sekarang, pertanyaanya, apakah dakwah adalah sebuah kewajiban Jawabannya ialah, ya. Bukankah dalam hadist disampaikan:
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً
“Sampaikanlah dariku, meskipun satu ayat.” (HR. Bukhari no. 3461).
Lantas, bagaimana dengan kita yang ingin menyampaikan, mengingatkan atau berdakwah, akan tetapi ilmu yang kita punya masih kurang? Maka, sebaiknya kita menyampaikan apa yang sudah kita ketahui saja. Hal demikian sudah cukup mendatangkan kebaikan bagi kita. Nah, sebagai seorang muslim kita pasti sudah tahu kan, ayat yang mewajibkan kita untuk berdakwah. Oleh karena itu, dalam berdakwah ada beberapa metode yang bisa kita pakai, antara lain pertama: metode ceramah. Metode ini dapat dilakukan dengan memberi penjelasan, pengertian atau petunjuk tentang suatu masalah yang sedang dibahas.
Kedua, metode diskusi. Dengan melakukan diskusi bisa memberikan pengertian dan perubahan serta pertukaran pendapat kepada masing-masing pihak, dan tidak akan terjadi perpecahan karena doktrin dari satu pihak saja. Ketiga, metode tanya jawab. Metode tanya jawab tidak kalah penting dilakukan saat proses dakwah. Metode ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana seseorang mengingat, mengetahui atau memahami materi yang didakwahkan.
Keempat, metode propaganda. Metode ini memiliki tujuan untuk menyiarkan agama Islam dengan cara mempengaruhi dan membujuk, tapi tidak dengan paksaan. Kelima, dengan cara memberi nasehat, petuah dan peringatan.
Dengan metode-metode tersebut, insyaallah kegiatan dakwah dapat tersampaikan. Lantas bagaimana dengan kondisi seperti sekarang ini? Kondisi dimana masih terjadi pandemi COVID-19, yang mana beberapa daerah masih menjadi zona merah dan masih tidak diperbolehkan untuk berkumpul dalam skala besar. Sedangkan sebagian metode tersebut kebanyakan dilakukan dalam sebuah kumpulan.
Nah, dalam kondisi seperti ini, kegiatan berdakwah sebaiknya dilakukan dengan cara online, yaitu dengan memanfaatkan teknologi sekarang sebaik mungkin. Memang benar, metode-metode tersebut jika dilakukan secara tatap muka langsung akan memberikan hasil atau membuat si penerima lebih mudah memahami materi. Tetapi dengan adanya kondisi pandemi seperti sekarang ini, kegiatan dakwah lebih baik dilakukan secara online.
Lantas, media online apa saja yang bisa dipakai untuk berdakwah? Banyak media online yang bisa dipakai untuk berdakwah. Contoh, lewat kajian online grup WhatsApp, live video Youtube atau Instagram, melalui aplikasi Zoom Meeting (seperti yang hampir segala kalangan pendidikan dan perkantoran lakukan saat ini), melalui postingan- postingan tentang agama dan lain sebagainya.
Dengan adanya media-media tersebut, berdakwah dalam masa pandemi pun masih bisa dilakukan. Bahkan sangat mudah dilakukan, apalagi bagi generasi milenial, generasi pengguna dan pecinta sosmed. Tentu mereka sudah tidak asing lagi dengan media-media tersebut.
Meskipun berdakwah di sosial media bebas dilakukan, tetapi kita sebagai generasi milenial dan muslim milenial, harus tetap bisa membatasi jari dan mulut kita dalam berkomentar agar tidak sampai menimbulkan pernyataan-pernyataan yang dapat melukai hati seseorang.