PIJARNews.ID – Kenakalan remaja (juvenile delinquency) adalah suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan, atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak ke dewasa. Kenakalan Remaja merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial yang pada akhirnya menyebabkan perilaku menyimpang. Begitulah yang tertulis di wikipedia perihal kenakalan remaja, terkait definisi ataupun latar belakangnya.
Akhir-akhir ini kasus kenakalan remaja kembali ada, mulai dari bullying di sekolah, hingga kasus pembunuhan yang kemarin baru saja yang diduga dilakukan oleh seorang remaja yang masih berusia belasan tahun. Sungguh ironi, karena kabarnya kelakuan tersebut terinspirasi dari film horor. Dari sini kita bisa melihat, bahwa apa yang menjadi latar belakang bukan hanya karena pergaulan ataupun masalah keluarga, tapi juga karena faktor tontonan yang tak bisa dijadikan tuntunan.
Menurut pengalaman penulis, yang juga pernah mengalami apa yang dikatakan kenakalan remaja tersebut. Meski terbilang lumayan parah, namun Alhamdulillah penulis tidak sampai meneruskannya di usia dewasa. Secara umum, kenakalan remaja diusia belasan tahun seputar merokok, minum minuman keras, balapan liar, pacaran, bahkan sampai judi. Memang suatu kenakalan yang tak sepatutnya diceritakan, apalagi disebarluaskan. Namun mungkin pembaca terutama anak muda dan remaja bisa mengambil pelajaran atas apa madharatnya, dan efek apa yang menjadi dampak dari kelakuan nakal tadi. Apapun latar belakang dan alasannya, kenakalan remaja merupakan pekerjaan rumah kita bersama, yakni orangtua, guru, dan berbagai elemen masyarakat lainnya.
Coba-coba, Broken Home, atau Eksistensi?
Terlepas dari berbagai masalah yang ada, banyak hal yang menjadi latar belakangnya, mulai dari coba-coba, karena faktor keluarga, sampai demi eksistensi, kenakalan remaja muncul pada generasi usia belasan, dan mungkin bisa jadi kenakalannya menjalar hingga usianya dewasa. Usia remaja memang suka mencoba hal yang terasa aneh atau baru baginya, sehingga stimulus untuk mencoba apa yang baru ia ketahui sangat kuat. Namun sayangnya, coba mencoba itu kadang cenderung ke hal yang negatif. Mulai dari merokok, minum minuman memabukan yang cenderung dilakukan oleh anak lelaki. Perempuan remaja pun tak jarang ikut melakukan kenakalan, apalagi di era digital ini, sangat mudah dalam melakukan berbagai hal yang mungkin mereka diusianya yang masih dalam tahap itu belum bisa bersikap dengan bijak.
Broken home, tak jarang banyak menimbulkan kenakalan remaja. Dimana anak kurang begitu mendapatkan perhatian dari orangtua yang keluarganya mengalami permasalahan, anak merasa jenuh dan ingin mencari sesuatu yang bisa membuatnya bisa melupakan masalah yang ada dikeluarganya. Hal negatif pun menjadi pelarian, mulai dari pergaulan yang membuat perilakunya cenderung kepada kemaksiatan, sampai terjerumus kepada narkoba. Permasalahan dari pertengkaran hingga perceraian yang dialami oleh orangtuanya, menjadikan anak sebagai korban. KPAI pernah menyampaikan, bahwa anak pelaku kejahatan atau kriminalitas banyak dari keluarga broken home, seperti yang dikutip oleh detik.com (baca: broken home).
Eksistensi, terkadang anak usia belia atau remaja butuh pengakuan dari sekitar pergaulan mereka. Mereka ingin dianggap hebat, dan berani melakukan hal-hal yang terkadang mengarah kepada tindakan negatif. Perilaku tersebut juga tak lepas dari pengaruh lingkungan serta pergaulan yang kurang baik, sehingga membuatnya berlaku negatif yang dilarang agama dan juga norma. Di era digital, teknologi juga menjadi pengaruh. Dimana anak remaja bisa dan dengan mudah mengakses hal yang tidak semestinya. Kemudahan di zaman teknologi seakan memaksa orangtua untuk lebih protektif terhadap setiap perilaku dari anak, mulai dari apa yang ia tonton, hingga pergaulannya.
Pengakuan dari teman sebaya yang juga membuat seorang anak berlaku negatif, pergaulan dengan anak yang kurang baik kelakuannya menjadi salah satu faktor. Mulai dari menindik telinga, menyemir rambut, merokok, bahkan sampai narkoba. Kadang mereka tak sadar bahwa hal tersebut bisa merusak dan membuatnya terjerat hukum, bahkan kadang terlihat mereka suka melanggar aturan dari Sang Pencipta dan juga aturan perundang-undangan. Hal ini haruslah kita tanggulangi dan segera diatasi, agar anak-anak kita tidak terjerumus kedalam kesengsaraan dan membawanya kembali ke jalan yang benar.
Agama, Pendidikan dan Orangtua
Sekolah dan terutama orangtua harus lebih protektif lagi terhadap anak yang dalam masa tumbuh kembang, baik dari psikologis dan juga sikapnya. Karena anak remaja rentan sekali terdampak pengaruh negatif, dari pergaulan maupun dari media. Pendidikan dan juga peran orangtua haruslah mengikuti perkembangan zaman, dimana ocehan tak lagi digubris oleh anak yang sudah merasa gede. Perlu pendekatan dan adaptasi dari orangtua dan pendidikan yang kekinian, nasehat dan pengawasan yang harus lebih ditekankan lagi. Selain itu, orangtua haruslah berhati-hati dalam memberikan fasilitas kepada anaknya. Jangan memberi lalu lalai dalam mengawasi, akibatnya anak akan tumbuh bersama lingkungan yang terkadang menjauhkannya dari mengenal agama dan norma yang berlaku.
Penanaman iman sedari dini harusnya terus dipupuk, karena dengan iman yang kuat pada diri anak, akan membawanya berjalan dijalur yang benar. Kesadaran akan ibadah juga perlu ditanamkan, dimana beribadah bisa menjadi suatu kebutuhan bagi mereka yang beranjak menuju dewasa. Bekal agama yang kuat, serta pengetahuan akan bahaya dan efek dari perilaku negatif, akan efektif mencegahnya kedalam hal-hal yang mengarah kepada kenakalan. Karena terkadang kenakalan dijadikan sarana untuk mencari jati diri, namun itu merupakan kesalahan yang fatal jika terjadi. Karena tidak semestinya menuju kebaikan harus melalui keburukan terlebih dahulu, bukankah lebih baik mencegah daripada harus mengobati?.
Pengalaman penulis ketika usia remaja memang bisa dibilang suram, karena sempat terjerumus terhadap kemaksiatan yang seakan menjadi rutinitas. Namun akhirnya penulis bisa keluar darinya, semua karena teguran dari Allah dan peran orangtua. Mungkin penulis masuk kedalam hal negatif dulu karena faktor keinginan adanya eksistensi diri, tapi semua akhirnya bisa terlewati berkat adanya doa dari orangtua, terutama ibu. Doa menjadi senjata ampuh yang mengangkat penulis dari kenakalan remaja, jika tanpa doa darinya, mungkin penulis akan meneruskan kenakalannya hingga kini. Doa orangtua merupakan obat mujarab bagi penyakit hati, dan itu merupakan fakta yang dialami penulis.
Nakal menjadi proses belajar mencari jati diri yang salah, dan kesalahan itu penulis harap tidak berulang kepada adik, ataupun generasi millenial lainnya. Belajar mencari jati diri tidak harusnya dilakukan melalui proses keburukan, menggali potensi dan kapasitas diri guna mengetahui ada potensi apa pada dirinya nampaknya lebih baik. Pengalaman kelam yang seharusnya tak dialami harus dijalani hanya demi sebuah eksistensi, eksistensi yang hanya akan membawa nama buruk bagi orangtua dan juga diri sendiri. Mencari jati diri seseorang adalah proses dimana ia menemukan passion yang ada dalam dirinya, dan sesungguhnya tidak ada passion ataupun jati diri manusia yang menuju kepada kebatilan saja. Benteng iman dan pendidikan serta proteksi dari orangtualah yang dapat memutus mata rantai kenakalan remaja.
Albert Einstein pernah berkata, dunia ini adalah sebuah tempat yang berbahaya untuk didiami, bukan karena orang- orangnya jahat, tapi karena orang-orangnya tak perduli. Karena bukan hanya orangtua, guru, atau ustaz saja yang harus peduli terhadap perilaku negatif anak remaja, tapi kita semua seharusnya turut serta membina dan memberikan arahan kepada mereka dengan rasa peduli. Karena mereka masih anak-anak, dan mungkin belum mengerti akan apa dari akibat perbuatannya. Semoga anak-anak Indonesia menjadi manusia yang unggul secara intelektual, pun pula anggun secara moral.
(Penulis adalah Guru MIM 06 Tebluru, Solokuro Lamongan)