Editor: Sultan Al Farisy
WEBINAR, PIJARNews.ID – Menanggapi sejumlah media online yang mengalami peretasan, Komite Keselamatan Jurnalis mendesak pemerintah agar mengambil sikap. Komite menilai peretasan terjadi secara sistematis dan mengganggu kebebasan pers. Hal ini disampaikan dalam konferensi pers virtual di kanal youtube Aliansi Jurnalis Independen, Senin (24/08).
Komite ini terdiri dari beragam ormas, antara lain Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), LBH Pers, SAFEnet dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Menurut mereka, sejumlah media mengalami peretasan seperti yang dialami Tempo.co dan Tirto.id.
“Meskipun ini dugaan, setidaknya pemerintah harus bersikap terkait masifnya peretasan. Kami tidak menuduh. Negara harus melindungi, negara harus aktif”, kata Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin.
Menurut Ade sapaan akrab Ade Wahyudin, desakan ini bukan menuduh bahwa pemerintah terlibat dalam serangan peretasan tersebut. Namun, lanjut dia, hal itu sebagai upaya agar negara menjamin kebebasan pers dan kerja jurnalistik.
Ade juga berpandangan, peretasan ini merupakan pukulan kali kedua yang dialami pers setelah kasus Diananta di Kalimantan. Ia juga mengapresiasi media yang sudah bersuara terkait peretasan yang dialami.
”Hingga kini terdapat lima media yang terkena peretasan, yang sudah speak up baru dua, Tempo dan Tirto. Kami apresisasi hal tersebut”, ujar Ade.
Dari sini, komite ingin adanya keterbukaan dari semua media agar dapat diadvokasi bersama.
Senada dengan Ade, dalam konferensi pers, Abdul Manan, ketua Aliansi Jurnalis Independen juga menekankan keterbukaan media.
”Media yang mengalami harus terbuka agar kita tau dan mencoba mengantisipasi”, ujarnya.
Ia juga menegaskan, pemerintah harus mengusut tuntas untuk menepis kecurigaan pekerja jurnalis.
”Jika peretasan itu merugikan pemerintah maka harus diusut tuntas. Salah satu tugasnya adalah mencari pelakunya atau menepis kecurigaan”, pungkas Abdul Manan.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.