SURABAYA, PIJARNews.ID – Saat ini, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di dunia hanya menggunakan uranium sebagai bahan bakar. Akan tetapi, hal tersebut tidak dapat dilakukan di Indonesia karena cadangan uraniumnya yang relatif kecil. Oleh karena itu, tim mahasiswa Departemen Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang tergabung dalam Tim Inventhor berinovasi memanfaatkan penggunaan Thorium sebagai bahan bakar alternatif yang merupakan sumber energi terbarukan.
Michael Adrian Subagio, Ketua Tim Inventhor mengungkapkan, gagasan inovasi ini berawal dari adanya krisis energi bersih terbarukan (nol karbon) dan perubahan iklim dunia yang ditandai dengan Global Temperature Rise. Adapun menyangkut hal tersebut, Presiden RI Joko Widodo pun pernah menyatakan akan turut ambil bagian untuk mengurangi jumlah emisi gas karbon di Indonesia dengan cara mengembangkan sektor Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
Untuk itu, Michael dan kedua rekannya berfokus pada pemanfaatan sumber energi yang bersih, terbarukan, serta lebih aman untuk bahan bakar PLTN dibandingkan dengan energi dari batubara, gas alam, dan biomassa. Dari hasil analisis, Michael dan tim mendapati bahwa Thorium dapat digunakan untuk menggantikan Uranium. “Efisiensi konversinya menjadi energi listrik sendiri dapat mencapai 50 persen, dibandingkan Uranium yang hanya 30 persen,” jelasnya.
Nilai tersebut, lanjut Michael, merupakan yang terbesar dibandingkan pembangkit listrik lainnya, sehingga menghasilkan limbah padat radioaktif yang lebih sedikit. Untuk diketahui, reaktor PLTN memanfaatkan reaksi fisi dari senyawa radioaktif yang menghasilkan steam sebagai penggerak turbin untuk produksi listrik. “Dalam hal ini, Thorium lebih aman karena reaksi fisinya tidak membentuk senyawa yang berpotensi disalahgunakan untuk bom nuklir,” ungkapnya.
Penggunaan Thorium, menurut Michael, juga berkenaan dengan melimpahnya cadangan Thorium di Indonesia. Ia menambahkan, hasil eksplorasi yang dilakukan oleh Pusat Sumber Daya Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan adanya cadangan Monasit (mineral yang mengandung Thorium) terbesar di daerah Kepulauan Bangka Belitung. “Kadar Thorium-nya sangat besar, berkisar antara 62,9 – 85,7 ppm per gram,” bebernya.
Melihat potensi tersebut, Tim Inventhor mengusulkan pendirian PLTN di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan memperhatikan beberapa aspek. Berkaitan dengan aspek geologis, Michael menyebutkan bahwa daerah tersebut relatif aman dari gempa dan tsunami. Selain itu, terdapat pasokan air yang cukup untuk sistem utilitas PLTN karena dekat dengan perairan Natuna dan Laut Jawa. “Hal ini berkaitan dengan on-line processing Monasit menjadi Thorium Oksida,” tambahnya.
Berkat kreativitasnya, gagasan milik Michael bersama kedua rekannya, Kenny Santoso dan Brian Setiawan ini berhasil menyabet medali emas pada ajang National Applied Science Project Olympiad (NASPO) dalam bidang Renewable Energy, beberapa waktu lalu. Atas kemenangannya tersebut, Tim Inventhor dibiayai penuh untuk berpartisipasi di salah satu gelaran yang diadakan oleh Indonesian Young Scientist Association (IYSA), yaitu World Invention Competition and Exhibition (WICE) 2021.
Gagasannya pun didukung penuh oleh para juri yang menginginkan agar PLTN Thorium ini dapat segera berjalan di Indonesia. Hal ini mengingat hingga sekarang, belum ada satupun PLTN yang menggunakan Thorium di dunia dan PLTN di Indonesia sendiri masih belum beroperasi karena masih dalam tahap eksplorasi bahan.
“Mungkin bila perlu dan memungkinkan, kami dapat berkonsultasi langsung dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) mengenai kondisi dan potensi nuklir Thorium di Indonesia di masa depan,” cetus mahasiswa asal Surabaya tersebut.
Memutar balik ke belakang, Michael menceritakan bahwa Tim Inventhor ini terbentuk ketika mereka mengikuti kelas perkuliahan di Departemen Teknik Kimia, yaitu Teknologi Energi. “Di sana, kami belajar banyak hal mengenai energi baik di dunia maupun Indonesia sampai akhirnya muncul ide kami untuk mendirikan PLTN di Bangka Belitung tersebut,” tuturrnya.
Michael mengaku bahwa kompetisi tersebut merupakan pengalaman pertama bagi Tim Inventhor dalam berlomba. Dirinya dan tim merasa sangat bangga karena semua ini hanya berawal dari diskusi perkuliahan, namun ternyata dapat membuahkan penghargaan di penghujung tahun 2020 lalu. “Maka dari itu, bagi teman-teman mahasiswa ITS yang ingin memulai untuk berlomba, tetap semangat dan selalu bersikap peka akan keadaan sekitar karena banyak hal yang dapat dikembangkan,” tandasnya berpesan. (din/mad)