PIJARNews.ID – Tantangan manusia kini semakin kompleks, terutama mengenai persoalan lingkungan. Manusia adalah khalifah (pemimpin) yang diciptakan oleh Allah Subhanahu wata’ala, untuk menjaga, mengelola, dan memakmurkan lingkungan. Namun akhir-akhir ini, isu mengenai dari masalah sampah industri yang merusak air, masalah para pemodal capital (besar) yang menggeruk habis tambang, dan masalah penebangan hutan yang berujung kepada kebakaran hutan. Dalam konteks inilah dapat dinyatakan bahwa Indonesia mengalami krisis yang serius terhadap lingkungan.
Ekologi merupakan hubungan interaksi atau timbal balik antara manusia dan lingkungan. Sehingga, dalam sebuah hubungan interaksi (timbal-balik) mempunyai tata cara atau petunjuk yang ada didalam al-Qur’an. Philip Kristanto dalam buku Ekologi Industri – 2002 menyebutkan bahwa manusia dan lingkungan merupakan bagian dari ekologi. Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya.
Dalam jurnal Abdul Rozak, Ekosistem Perspektif Beberapa Ahli, 2008 menyebutkan mengenai hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan, yang merupakan suatu kesatuan ciptaan Tuhan, antara masing-masing sub sistemnya saling membutuhkan – kerusakan salah satu sub sistemnya akan menjadikan rusak secara keseluruhan.
Ali Zawami dan Saifullah Ma’shum dalam buku Penjelasan Al-Qur’an Tentang Krisis Sosial, Ekonomi, dan Politik – 1999 menyebutkan hari bumi yang diperingati pada tanggal 22 April yang biasanya diiringi dengan melakukan berbagai kegiatan apenanaman pohon dan upacara adat. Semua itu bertujuan mengingatkan kita agar senantiasa memperhatikan bumi.
Namun, peringatan hari bumi ini, tidaklah menjadi solusi atas problematika kerusakan lingkungan. Peringatan hari bumi hanya sebatas peringatan yang belum diikhtiarkan dalam implementasi kehidupan.
Mengawal Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan
Persoalan lingkungan merupakan permasalahan yang dihadapi oleh seluruh dunia, sehingga memerlukan perhatian lebih dari semua pihak. Oleh karena itu, isu dan permasalahan lingkungan tidak akan bisa teratasi tanpa adanya kesadaran ekologi yang bervisi secara komperehensif ditingkat pengambil kebijakan dan perlu tersedianya solusi-solusi pada tataran pelaksanaan praktis. Juga membangun kesadaran atau pencerahan pandangan isu lingkungan tentu dapat dijadikan jembatan menuju kesadaran ekologi.
Tahun 2019 merupakan tahun aksi ekologis di belahan bumi termasuk Indonesia. Isu lingkungan mulai dilirik di Indonesia akibat dari suatu hal yang viral di tahun 2019 lalu, yaitu kemunculan film Sexy Killers karya WatchDoc. Film ini menjadi tren yang luar biasa, bahkan sudah ditonton lebih dari 28 juta kali dalam tahun ini.
Ketua Kader Hijau Muhammadiyah DIY Fauzan Anwar Sandiah dalam diskusi publik menyebutkan bahwa Muhammadiyah pada 2007 sudah memproduksi Fikih Air. “Tanggung jawab Muhammadiyah sebagai civil society bukan cuma dalam mengadvokasi demokrasi, tetapi memastikan demokrasi bersih dari ketimpangan ekologi”. Gerakan ini nanti berujung pada bentuk gerakan advokasi, atau bergerak kearah pembelaan lingkungan.
Dari konteks ini, fenomena kesadaran ekologis sudah terjadi. Namun belum memberikan dampak perubahan yang besar dan masih belum dirasakan dan tidak mendapat perhatian khusus. Karena isu lingkungan perlu kesadaran dan gerakan yang massif dan merata.
Dalam firman Allah surat az-Zalzalah 7-8 yang berbunyi: “Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya”. (Q.S. Az-Zalzalah : 7-8).
Ini merupakan bentuk isyarat, bahwa dalam konteks ekologis, perbuatan baik dan menguntungkan bagi ekosistem harus kita pertahankan dan perbuatan merusak bagi keberlangsungan lingkungan harus kita hindari dan bahkan perlu kita peringati.
Etika Manusia dalam Memanfaatkan Lingkungan
Berbicara tentang lingkungan, maka kita juga sedang membicarakan tentang masa depan. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan untuk keberlangsungan hidup seluruh makhluk di muka bumi. Kita menengok lagi dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 – “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Di situlah Negara harus hadir sebagai penjamin keberlangsungan lingkungan, namun pada kenyataan yang terjadi, kata “dikuasai” di sini seolah Negara berhak mengatur alam di Indonesia tanpa memperhatikan aspirasi rakyat, juga dampak lingkungan yang akan terjadi, dan lain sebagainya.
Menurut Agus Purwanto penulis buku Ayat-ayat Semesta, mengatakan bahwa terdapat 800 ayat tentang semesta, sedangkan hanya terdapat 160 ayat tentang hukum. Tapi dalam beberapa abad terakhir, umat Islam khususnya para ulama hanya fokus pada 160 ayat dan abai terhadap yang 800 ayat itu.
Kembali lagi ke UUD 1945 Pasal 33, kata “kemakmuran rakyat” sepertinya yang makmur hanya para korporat dan tidak untuk rakyat bawah. Seharusnya yang makmur ini seluruh makhluk hidup, bukan hanya manusia saja. Pemerintah atau pemegang kebijakan hendaknya memahami etika lingkungan. Sebab, perlu adanya kesadaran bersama untuk menjaga lingkungan. Berdasarkan pernyataan di atas, maka bagaimanakah pelaksanaan pembangunan Sumber Daya Alam (SDA) yang berwawasan lingkungan?
Menurut Daulah Silalahi dalam buku Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia – 1992 menegaskan bahwa dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam Indonesia harus digunakan secara rasional.
Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus diusahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijakan yang menyeluruh dan dengan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan mendatang.
Ini sejalan dengan firman Allah dalam surat Ibrahim 7 yang berbunyi: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memakmurkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat”. (Q.S. Ibrahim : 7).
Ini merupakan bentuk tanggung jawab dan komitmen pada nilai-nilai manusia, alam, dan kehidupan. Artinya, lingkungan akan terjaga bila manusia memanfaatkan alam dengan sebaik-baiknya. Di dalam Pedoman hidup Islami warga Muhammadiyah, hasil Muktamar Muhammadiyah Ke-44 Tahun 2000 di Jakarta, menghasilkan bahwa:
- Lingkungan hidup merupakan anugerah Allah yang harus dipelihara.
- Warga Muhammadiyah wajib melakukan konservasi sumber daya alam.
- Warga Muhammadiyah dilarang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dan bencana.
- Mempraktikkan budaya bersih, sehat, dan indah.
- Melakukan amar ma’ruf nahi munkar dalam menghadapi ketidakadilan lingkungan hidup akibat rekayasa kebijakan pemerintah.
- Melakukan aksi-aksi praksis untuk menjaga keseimbangan, kelestarian, dan keselamatan lingkungan.
Melalui ikhtiar yang maksimal menuju manifestasi kesadaran ekologi dalam kehidupan, maka yang mencintai lingkungan ialah yang menjaga lingkungan dan mengindahkan firman-firman Tuhan. Sudah selayaknya manusia yang berakal (Ulul Albab) merawat bumi satu-satunya ini. Karena bumi tidak bisa disalahkan atas kerusakan lingkungan, manusialah makhluk yang paling kejam merusak ekosistem yang ada.
Saatnya mencintai alam, mencintai manusia dan Tuhan. Entah tindakan baik apapun yang kita lakukan, pasti akan berdampak positif terhadap lingkungan. Fastabiqul khairat..!!!
Editor: Agiel LP