PIJARNews.ID – “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah”, begitulah kata-kata KH. Ahmad Dahlan yang mempunyai makna sangat dalam dibenak simpatisan, anggota, khususnya dibenak para kader-kader Muhammadiyah. Penulis menyebut, kader ibarat mesin motor pergerakan, yang menggerakkan pergerakan Muhammadiyah.
Lalu apa yang terjadi jika motor itu atau mesin itu tidak bergerak? “Oleng kapten” begitu kira-kira bahasa millenial sekarang. Itupun kalau hanya oleng, atau jangan-jangan justru akan salah arah? Karena sependek pengetahuan kami yang memahami karakter Muhammadiyah, visi dan misi pergerakan Muhammadiyah itu ya kader-kader itu sendiri.
Karena karakter itu bukan sekedar hasil dari membaca tapi melalui pengulangan yang terus menerus atas perilaku Muhammadiyah dalam waktu yang lama, baru terbentuk yang disebut karakter. Lalu apa yang terjadi jika ‘kapal besar’ bernama Muhammadiyah itu oleng atau bahkan salah arah? Maka muhammadiyah hanya akan menjadi sebuah organisasi tanpa ruh Muhammadiyah tersebut.
Apakah saat ini Muhammadiyah oleng? Salah arah? Jawabannya tentu adalah “tidak”, akan tetapi bisa jadi suatu saat Muhammadiyah akan menuju atau sedang oleng, bahkan salah arah. Ketika kader-kadernya tidak mau atau mulai enggan hingga kehilangann gairah untuk menggerakkan pergerakan yang bernama Muhammadiyah itu. lalu masih layakkah disebut sebagai kader jika keadaan sudah pada tahap demikian? jawabannya ada pada benak kita masing-masing, tinggal kita membenarkan atau sibuk mencari pembenaran dari jawaban-jawaban itu.
Nah, sekarang dimana dan melalui apa kader-kader itu bergerak dan menggerakkan kapal besar bernama Muhammadiyah ini? Jawabannya adalah: Pertama, bergerak melalui semua Ortom mulai dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul ‘Aisyiah, ‘Aisyiah, Hizbul Wathan dan lain-lain. Karena di dalam semua Ortom itu, proses perkaderan telah berlangsung, ditempa, diuji, dari tingkat pelajar, mahasiswa hingga ditingkat kehidupan masyarakat.
Pada semua Ortom itu pula, semangat atau militansi serta karakter bermuhammadiyah dibentuk sehingga menghasilkan kader-kader yang militan dan tidak kehilangan karakter muhammadiyahnya. Karena sekali lagi karakter Muhammadiyah adalah ruh dari pergerakan Muhammadiyah itu sendiri.
Kedua, bergerak melalui amal usaha Muhammadiyah (AUM) yang bidang dan jumlahnya seabrek-abrek itu. kenapa AUM? Karena kekuatan besar pergerakan Muhammadiyah diantaranya adalah melalui AUM tersebut. AUM akan tetap ada meskipun ‘mesinnya’, ‘motornya’ adalah dan hanya digerakkan oleh profesional tanpa kader otentik sekalipun. Tapi sekali lagi jika itu terjadi maka pergerakan Muhammadiyah melalui semua AUM itu akan kehilangan ruh Muhammadiyahnya.
Konteks tulisan ini bukan kami anti profesionalisme, tapi sekedar gambaran, kami sangat menghargai profesionalisme dan berharap banyak kader-kader yang menjelma menjadi profesional-profesional di Muhammadiyah, lalu menggerakkan semua AUM dengan profesionalismenya. Penulis bahkan membayangkan semua AUM itu (sekolah, perguruan tinggi, RS, Koperasi, dll.) dipimpin dan digerakkan oleh kader-kader Muhammadiyah yang profesional, dan seluruh karyawannya.
Atau jika seluruhnya itu terlalu banyak, maka separuhnya saja adalah kader-kader profesional Muhammadiyah, mengisi lini pergerakan AUM dari pelaksana hingga pengambil kebijakan. Penulis membayangkan lagi misalnya di RS, kebutuhan logistiknya mulai dari obat, peralatan medis maupun non medis disediakan oleh koperasi atau semacamnya, yang mana koperasi itu sendiri digerakkan oleh kader Muhammadiyah juga. Lalu kebutuhan seperti beras, telur, daging, sayur, buah, tahu dan tempe disupplay oleh kader Wilayah, Daerah, Cabang atau Ranting di sekitar RS yang mempunyai usaha dibidangnya.
Dengan demikian, kader di luar RS bisa berkontribusi sekaligus menggerakkan AUM disekitarnya, baik ditingkat Ranting, Cabang, Daerah, Wilayah hingga Pusat (sebagian sudah berjalan seperti itu). Dari sisi ekonomi, berapa roda perekonomian yang berjalan atau digerakkan? Belum lagi dari sisi dakwahnya, semua berkontribusi, bergerak dan menggerakkan kader yang lain. Jika demikian akan semenyenangkan apa kira-kira? Tentu akan sangat menyenangkan.
Akan tetapi dari uraian diatas, keadaan hari ini banyak diantara kader-kader itu yang memilih berada di luar Ortom maupun AUM yang ada dengan berbagai alasan yang mendasarinya, mulai ketidaksiapan bersaing sesama kader, ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan terhadap Ortom maupun AUM, bahkan takut dianggap mencari hidup di Muhammadiyah, semua itu adalah beberapa alasan yang pernah atau sering dijumpai dan dikemukakan kader ketika memilih jalan perjuangan di luar Ortom maupun AUM.
Disinilah letak tantangannya! Dan tantangan itu adalah bagaimana kader-kader itu, profesional-profesional itu siap mengisi lini pergerakan dakwah Muhammadiyah melalui semua Ortom dan AUM itu. Meskipun bukan hanya Ortom dan AUM saja yang menjadi jalan perjuangan para kader, para kader akan tetap menemukan jalan perjuangannya sendiri.
Kenapa ini penulis sebut tantangan, karena tidak menutup kemungkinan Ortom dan AUM akan kehilangan ruh pergerakan atau yang kita sebut “oleng” atau bahkan salah arah tadi, jika lini gerakan dakwah di Ortom dan AUM itu diisi hanya oleh bukan kader otentik atau profesional-profesional semata yang tidak memahami karakter bermuhammadiyah, maka sekali lagi penulis katakan lambat laun, ruh dari pergerakan dakwah ini akan hilang juga.
Maka dari itu, para kader Muhammadiyah bersiaplah! Isi seluruh ruang-ruang pergerakan dakwah Muhammadiyah, bermetamorfosis menjadi kader-kader profesional Muhammadiyah, menjadi kader-kader yang selalu bergerak dan menggerakkan. Sanggup menerima tantangan atau sanggup melihat Muhammadiyah tanpa ruh Muhammadiyah?Jawaban itu ada di dalam diri kita masing-masing. #fastabiqulkhoirot.