PIJARNews.ID – Saya berpendapat tidak satupun pasal dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mengatur tentang ‘pengecualian’ (baca: menutup) Informasi Pandemi, termasuk dan tidak terbatas pada informasi diri pasien yang tertular Virus Corona, baik informasi tempat tinggal, informasi riwayat perjalanan, dan informasi riwayat kontak. Tidak satupun.
Sebaliknya UU Keterbukaan Infornasi Publik malah mengatur tentang kewajiban untuk segera menyampaikan kepada seluruh masyarakat terkait adanya potensi ketertularan suatu penyakit, apalagi sudah pada level pandemi, seperti pandemi Corona. Tidak saja kewajiban untuk menyampaikan segala informasi tersebut kepada masyarakat luas, namun merupakan kewajiban seketika sebagai informasi serta merta. Begitu diketahui oleh Pejabat Publik seketika itu juga harus diinformasikan.
Pasal 10 Ayat (1) UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik berbunyi: “Badan Publik wajib mengumumkan secara serta merta suatu informasi yang dapat menganam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum”.
Namun ada yang berpendapat bahwa pasal 17 huruf h angka 2 mengatur tentang kewajiban melindungi informasi riwayat kesehatan orang tertular pamdemi Corona. Saya tidak sepakat dengan pendapat itu.
Baiklah, kita baca dengan teliti Pasal 17 Huruf h angka 2 UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik tersebut.
Pasal 17 berbunyi: “Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali:”. Huruf h berbunyi: “Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:”. Angka 2 berbunyi: “Riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang”.
Jika ditinjau lebih dalam, bahwa Pasal 17 huruf h angka 2 diatas mengatur tentang kewajiban Badan Publik jika ada permintaan informasi dari publik terkait riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, hingga psikis seseorang (bersifat pribadi). Kata ‘permintaan’ tersebut lebih menjelaskan tentang situasi lingkungan yang normal-normal, dan ‘permintaan riwayat, kondisi, perawatan, pengobatan kesehatan fisik, hingga psikis seseorang tersebut hanya terhadap penyakit yang bersifat pribadi dan tidak penyakit yang membahayakan publik, atau hanya mengancam diri penderita sendiri. Sehingga penyakit tersebut tidak bisa dikategorikan bagian dari Wabah, atau Endemi, apalagi Pandemi.
Tidak ada pengaturan dalam UU 14/2008 tentang ‘pengecualian informasi’ terkait pandemi, yang ada hanya pengaturan, sekali lagi, terkait riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, hingga psikis seseorang dalam situasi normal dan pengaturan itu bukanlah terkait Wabah atau Endemi, apalagi Pandemi.
Perlu diperhatikan juga bahwa Pasal 17 tersebut diawali dengan kalimat “Setiap Badan Publik Wajib membuka…. kecuali:”. Sehingga dengan demikian kewajiban Badan Publik untuk membuka lebih didahulukan dibanding kewajiban Badan Publik untuk melaksanakan yang dikecualikan.
Bagaimana tentang informasi yang menyangkut kesehatan seseorang dan penyakitnya adalah sumber utama suatu Wabah, Endemi atau Pandemi?
Seluruh informasi kesehatan, termasuk dan tidak terbatas pada informasi kesehatan seseorang, jika itu dikaitkan dengan wabah atau endemi apalagi pandemi, pengaturannya hanya ada dalam Pasal 10 UU 14/2008 yang mengatur tentang Informasi Serta Merta. Tidak diatur dalam Pasal 17 tentang informasi yang dikecualikan (tertutup).
Sehingga dengan demikian, terkait informasi orang tertular virus corona, riwayat kontak, riwayat perjalanan adalah wajib diumumkan kepada masyarakat sebagai informasi serta merta oleh Badan Publik Negara, agar masyarakat umum bisa dilindungi dari ketertularan Virus Corona, agar masyarakat dapat meningkatkan kewaspadaan, dan agar masyarakat dapat tenang dan tidak was-was karena mereka yakin dengan siapa boleh berinteraksi, kemana boleh pergi, dan daerah mana yang harus dihindari. Tidak memerlukan permohonan untuk menyampaikan informasi tersebut.
Keharusan Badan Publik melaksanakan kewajiban menyampaikan infornasi serta merta pandemi Corona, yang mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum demi melindungi masyarakat dari resiko tertular Virus Corona, seharusnya mengalahkan keharusan Badan Publik menjalankan kewajibannya mengecualikan informasi, termasuk dan tidak terbatas pada mengecualikan informasi riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, hingga psikis seseorang.
Apa lagi informasi yang dibutuhkan masyarakat hanya sekedar menjawab pertanyaan, apakah seseorang itu positif tertular Virus Corona?, dan siapa saja yang pernah kontak dengan orang yang tertular Virus Corona dan dimana saja riwayat perjalanannya (termasuk dimana tinggalnya)?. Tujuannya juga jelas, agar masyarakat bisa lebih waspada dan meningkatkan kemungkinan tidak tertular.
Masyarakat tidak memerlukan rekam jejak medis lengkap orang yang tertular Virus Corona. Masyarakat tidak memerlukan informasi kondisi, perawatan, dan pengobatannya.
Sekali lagi, masyarakat hanya butuh informasi siapa saja yang sudah tertular Virus Corona?, kemana saja dia pernah berkunjung (termasuk kediamannya)?, pakai transportasi apa?, dan dengan siapa saja pernah berinteraksi?. Agar Pandemi ini terkontrol dan masyarakat luas tidak tertular. Sebatas itu saja, tidak lebih.
Demikian semoga jelas dan semoga Pandemi Corona bisa segera dapat diatasi dengan korban tertular dapat dikendalikan, amiin.
(Penulis adalah Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI)