SURABAYA, PIJARNEWS.ID – Surabaya Children Crisis Center (SCCC) merupakan lembaga yang didirikan sejak tahun 2001. Lembaga yang bersifat nirlaba ini berfokus pada pemenuhan hak-hak anak di Jawa Timur, khususnya di Kota Surabaya. Bahkan, SCCC juga melakukan pendampingan bagi anak yang berhadapan dengan hukum.
Sekretaris SCCC Tis’at Afriandi, mengatakan, pihaknya sering memberikan penanganan anak secara pemulihan trauma, proses resosialisasi dan reintegrasi, serta proses penanganan secara komprehensif, kepada anak yang berlabel sebagai pelaku, korban, maupun saksi.
“Kalau pendampingan secara hukum itu dari tahap awal sampai tahap berkekuatan tetap. Lalu menyelesaikan sampai sumber permasalahan, dengan melibatkan orang tua, agar paham tentang parenting yang benar, hingga memberikan edukasi pola asuh,” ujarnya, ketika ditemui di kawasan Babatan Wiyung Surabaya, Sabtu (13/3/2021).
Afriandi menuturkan, Keberadaan SCCC bertujuan sebagai fungsi kontrol ketika melakukan proses hukum. Bagaimana meluruskan, dan menjunjung tinggi hak anak. Mengingat, proses pendampingan hukum anak berbeda dengan dewasa.
“Ketika anak umurnya masih 12 tahun, itu tidak bisa diproses hukum, harus dikembalikan ke orang tua. Baru bisa dilakukan penahan ketika usianya diatas 14 tahun atau sebelum 18 tahun,” tuturnya.
Dalam peradilan anak, lanjut Afriandi, ada yang namanya proses diversi. Beberapa hal tertentu yang dialami anak tidak serta merta dihukum. Karena prinsipnya bukan untuk memenjarakan atau menghukum, tapi penanganannya agar anak tidak mengulangi tindak kejahatan di kemudian hari.
“Ada beberapa ketentuan. Satu bukan merupakan tindak pidana pengulangan. Lalu, ancaman pidana tidak lebih dari 7 tahun,” imbuhnya.
Afriandi menyebutkan, akhir-akhir ini pihaknya menangani anak yang terjerat kasus narkoba, pencurian dengan pemberatan, dan pencurian yang disertai kekerasan. Yang jelas, kata Afriandi, banyak faktor yang membuat anak melakukan tindakan kejahatan.
“Banyak faktor yang jelas. Anak-anak belum matang dalam berpikir, mudah terpengaruh lingkungan, peran orang tua juga penting dalam tumbuh kembang anak, hingga, pola asuh yang tidak tepat,” ungkapnya.
“Anak-anak mendapatkan pengaruh tidak baik, itu juga bisa dari orang tua atau orang dewasa. Sehingga berdampak pada pola pikirnya. Kemudian lingkungan berperan penting serta bergaul bersama anak lain. Pengaruhnya bisa terasa ketika ada intervensi dari orang dewasa. Anak-anak belum bisa berpikir panjang. Kalau sudah berkonflik dengan hukum, mereka pasti punya sejarah dan pengaruh interaksi dari orang dewasa,” jelasnya
Menurutnya, anak-anak adalah penerus generasi bangsa, meskipun pernah dicap berhadapan dengan hukum, anak-anak tetap memiliki masa depan yang panjang. Sehingga, orang tua jangan menyalahkan anaknya ketika tersandung masalah hukum.
“Kami sering menangani anak-anak yang tidak tumbuh berkembang dengan baik di lingkungannya, dilahirkan dari keluarga yang tidak ideal latar belakangnya. Kadang beberapa kali kami menemukan anak bermasalah dengan hukum, orang tua menyalahkan anak. Kasihan akhirnya, maka kami selalu berprinsip, masih ada masa depan yang panjang pada mereka,” ucapnya.
Seringkali, suka dan duka dialami oleh anggota SCCC pada saat pendampingan sampai anak tersebut dinyatakan bebas. Melihat anak mau sekolah lagi, kembali ke jalan yang benar seperti mau bekerja, atau mengikuti kegiatan yang positif, bagi Afriandi, itu sudah kepuasan tersendiri.
“Banyak anak yang tidak kapok setelah kami tolong. Bahkan ada, motor sama uang dari hasil penjualan Kedai Kopi binaan, dicuri sama dia. Mau gimana lagi, mereka sudah terpapar,” paparnya.
Masih kata Afriandi, ketika dilakukan pendampingan, lalu salah satu anak merasa nyaman dan menganggap 10 anggota SCCC sebagai orang tua, itu sebuah kegagalan. Pasalnya, orang tua kandung adalah peran yang vital, dalam menumbuh kembangkan sekaligus memberikan kepercayaan agar kehidupan anak bisa diperbaiki
“Tentunya dengan memberikan perhatian. Peran serta masyarakat sangat diperlukan. Agar anak tersebut tidak merasa dikucilkan. Namun, pilihan menjadi orang yang baik atau tidak itu kembali ke anak itu,” terangnya.
“Di satu sisi kami pernah mendengarkan cerita dari sanak saudaranya. Bahwa anak yang pernah kami tangani kondisinya sekarang sukses berprofesi sebagai pengacara. Padahal dulunya pernah berkonflik dengan hukum,” lanjutnya.
Tis’at berpesan, perspektif penanganan hukum bagi anak bersifat khusus, tidak boleh disamakan dengan penanganan orang dewasa. SCCC memiliki jaringan mahasiswa, masyarakat yang aktif di lingkungan sosial, lembaga nasional di bidang anak sampai komunitas atau organisasi bidang sosial.
“Kami ada Kedai Kopi Kala Rasa tidak hanya menjadi tempat berbisnis, namun juga wadah bagi anak-anak binaan SCCC. Mereka bisa mengasah skill dan melakukan interaksi langsung dengan masyarakat,” pungkasnya. (ram/mad)