JAKARTA, PIJARNEWS.ID – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hingga kini belum mengeluarkan izin Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis fase II terhadap vaksin Nusantara. Padahal, Tim Peneliti sudah menyelesaikan uji klinis fase I yang diklaim aman dan sudah memenuhi persyaratan.
Ketua BPOM Penny Lukito mengatakan, salah satu yang menjadi pertimbangan pihaknya tak lekas mengeluarkan PPUK karena vaksin nusantara tak melalui tahap uji preklinis terhadap hewan.
“Ada tahapan pre-klinik, karena itu adalah tahapan etika. Jangan sampai kita memaparkan kepada manusia suatu produk yang belum terjamin aspek keamanannya. Jadi di awal itu harus ada pre-klinik dengan binatang, dan itu ditolak oleh tim peneliti. Akhinya kami memberikan PPUK conditional,” ujar Penny dalam rapat kerja dengan Komisi IX yang dikutip dari siaran YouTube DPR RI, Kamis (11/3/2021).
Penny menjelaskan, yang dimaksud dengn PPUK conditional adalah uji pre-klinik dilakukan pada tiga subjek. Selanjutnya, juru bicara vaksin COVID-19 dari BPOM Lucia Rizka Andalusia menambahkan, pihaknya hanya ingin memastikan bahwa tim peneliti vaksin Nusantara telah menjalankan seluruh tahapan klinis penelitian sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
“Kami tetap menginginkan ini uji klinik pada hewan, karena sel dendritik ini ditambahkan antigen, karena bagaimanapun juga antigen itu dibuat dari virus, kami harus memastikan keamanannya dan dia sudah tidak terkandung dalam sel dendritik. Oleh karena itu, kami meminta uji pre-klinik pada hewan,” kata Lucia.
Sebenarnya, lanjutnya, BPOM cukup akrab dengan metode dendritik, namum biasanya metode tersebut digunakan untuk penyakit kanker. Sedangkan jika ingin dipakai untuk COVID-19, maka harus dipastikan keamanannya.
“Karena tidak dilakukan [pre-klinik pada hewan], kami memberikan conditional dengn menyatakan bahwa lakukan dulu di 3 orang pertama, karena kami sangat berhati-hati. First in human itu harus dipastikan ini benar-benar aman,” imbuhnya.
Belakangan, BPOM baru mendapat laporan pre-klinik dari pihak sponsor vaksin Nusantara pada 26 Februari lalu. Padahal uji klinis fase I selesai dilakukan pada 23 Desember 2020. Dia mengatakan, laporan uji pada hewan itu dilaporkan terjadi pada Januari 2020.
“Apakah saat itu sudah ada SARS-CoV2 di Amerika?” ujar Lucia.
Selain itu, alasan lain BPOM belum memberikan lampu hijau untuk vaksin nusantara karena dinilai tak memenuhi kaidah klinis dalam proses penelitian dan pengembangannya. Sebab, terdapat perbedaan lokasi penelitian dengan komite etik. Penelitian dilakukan di RSUP dr Kariadi Semarang, sedangkan komite etik berada di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
“Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini. Dalam persetujuan yang diberikan oleh BPOM, Komite Etik dikeluarkan oleh RSPAD tapi pelaksanaan atu penelitian ada di RS Kariadi,” pungkas Penny. (ram/mad)