SUMENEP, PIJARNEWS.ID – Nelayan perairan Masalembu menyatakan sikap untuk menolak keras cantrang dan alat tangkap ikan merusak lainnya. Puncaknya, Persatuan Nelayan Masalembu (PNM) menggelar Pawai Laut Masalembu Tolak Cantrang, Minggu (28/2/2021).
Pawai akbar tolak cantrang ini diselenggarakan di sekitar Perairan Pulau Masalembu, Sumenep, Jawa Timur. Kegiatan yang dimulai pukul 13.00 WIB itu mengusung tema “Pawai Laut Masalembu Tolak Cantrang: Mari Jaga Laut Demi Masa Depan Anak Cucu”.
Sebelum pawai berlangsung, terlebih dahulu dilakukan pembacaan do’a bersama yang dipimpin oleh Ustaz Muhammad, selaku tokoh agama Masalembu, agar penyelenggaraan pawai berjalan lancar dan sukses.
Usai memanjatkan do’a, acara dilanjutkan dengan pembacaan pernyataan sikap Persatuan Nelayan Masalembu, bahwa masyarakat nelayan Masalembu menyatakan dengan tegas:
- Menuntut Pemerintah Negara Republik Indonesia agar segera mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No.59/2020 yang menjadi dasar kembali diperbolehkannya penggunaan alat tangkap Cantrang;
- Menuntut pemerintah agar memberlakukan kembali Permen KP No.71/2016 yang menjadi dasar pelarangan penggunaan alat Cantrang di seluruh Wilayah Perairan Laut Negara Republik Indonesia;
- Mendesak seluruh unsur penegak hukum agar segera melakukan penegakan hukum terhadap kapal cantrang dan penggunaan alat tangkap ikan merusak lainnya yang dapat mengancam kelestarian ekosistem laut;
- Mendesak pemerintah agar segera memberi dan membuat perlindungan hukum bagi nelayan kecil dan tradisional.
Muh. Zehri, Sekjen Persatuan Nelayan Masalembu (PNM) mengatakan penolakan kerasnya terhadap penggunaan cantrang dan alat penangkap ikan berbahaya lainnya.
“Tujuan utama dilaksanakannya pawai laut ini adalah untuk menegaskan sikap bahwa masyarakat nelayan menolak keras penggunaan alat tangkap cantrang, atau alat tangkap ikan merusak lainnya yang dapat mengancam kelestarian ekosistem laut, dan keberlangsungan masa depan anak cucu. Selain itu, jika cantrang terus dibiarkan ada di laut Masalembu, bukan tidak mungkin hal ini akan menimbulkan konflik sosial antara nelayan Masalembu dengan nelayan cantrang, apalagi Masalembu mempunyai sejarah konflik sosial yang sangat panjang dengan nelayan luar,” tegasnya.
Konflik yang dikatakan oleh Zehri memang benar adanya, seperti pada tahun 1982 yang mana pada tahun itu terjadi pembacokan terhadap nelayan luar Masalembu. Dan pada tahun 2000 satu kapal Porsein dari Jawa Tengah dibakar oleh nelayan Masalembu.
Melalui pawai perlawanan ini, Zehri beserta segenap nelayan Masalembu berharap persatuan dan perjuangan nelayan kecil dan tradisional di seluruh Indonesia dapat semakin menguat karena persoalan keberadaan cantrang bukan hanya mengancam nelayan Masalembu, namun juga seluruh nelayan kecil dan tradisional di seluruh Indonesia.
Selain melibatkan masyarakat nelayan dari berbagai kelompok nelayan yang tergabung dalam PNM, penyelenggara pawai juga mengundang Forum Pimpinan Kecamatan yang terdiri dari Pemerintah Desa, Kepolisian, Koramil, Syahbandar, hingga Camat.
Pawai laut Masalembu tolak cantrang yang berlangsung sekira 4 jam itu diikuti oleh masyarakat nelayan dari berbagai kelompok nelayan yang tergabung dalam Persatuan Nelayan Masalembu (PNM), diantaranya Rawatan Samudera, Cahaya Samudera, Sumber Samudera, Batu Susun, Intan Samudera, Jantung Kota, Mutiara Laut, Lentera Samudera, Thampomas, Benteng Samudera, Perjuangan Samudera, Kelompok Pagur/Jukong, Kelompok Pejaringan, Tang Katang, Cherxen, dan Samudera Jaya.
Pawai akbar tolak cantrang ini juga mendapat dukungan moril dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Timur, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya. (ber/fzi/mad)