SURABAYA, PIJARNEWS.ID – Forum Keluarga Alumni (Fokal) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Jawa Timur menggelar Resepsi Milad IMM ke-58 tahun di Aula Mas Mansyur, Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur pada Senin, (14/3).
Pada Resepsi Milad IMM kali ini, diisi dengan sarasehan, seminar kebangsaan, pengukuhan 20 Koordinator Daerah (Korda) Fokal IMM se-Jatim, dan Launching Graha Fokal IMM Jatim yang juga dihadiri oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof. Abdul Mu’ti.
Ir. Tjutjuk Sunario, Wakil Walikota Blitar memberikan sambutan pada acara tersebut. Ia menceritakan perusahaan rokok Gudang Garam yang didirikan tahun 1958. “Rokok Gudang Garam itu didirikan generasi pertama sebagai penjual tembakau dan nglinting rokok. Rokok itu menurut fatwa Muhammadiyah itu haram, tapi kenyataannya kan tokoh-tokoh Muhammadiyah kita ngrokok juga. Jadi kita tidak perlu mempersoalkan haram dan tidaknya,” katanya.
Lebih lanjut, pria yang lahir pada tahun 1962 ini menjelaskan kelanjutan dari generasi dari pendiri Gudang Garam tersebut. “Dadi generasi pertama (hanya) sebagai penjual tembakau dipinggir jalan, tetapi generasi kedua sudah bisa mendirikan rokok Gudang Garam. Dan sekarang, rokok Gudang Garam yang sudah berusia 64 tahun, sudah menjadi salah satu penguasa ekonomi di tanah air kita,” paparnya.
“Apa hubungannya dengan IMM? Kita ini, kalau saya dulu orangtua kita selalu mengatakan, Nak! Sekolah sing pinter, engko lulus, (dadi) sarjana, nyambut gawe, dadi pegawai, ben ngangkat derajate wong tuo. Gak salah memang. Tetapi jiwa entreprenuer kita, jiwa wirausaha kita ini masih rendah sekali,” jelas Tjutjuk.
Tetapi, lanjutnya, dengan melihat data-data, bagaimana negara-negara maju yang sama-sama terpuruk ekonomi, tapi mereka cukup maju dibidang ekonomi. “Kita lihat, apakah alumni IMM setelah lulus S1 akan berbondong-bondong menciptakan lapangan kerja, atau antre mencari lowongan pekerjaan. Mari kita renungkan! Jadi kalau alumni IMM ini hanya mengandalkan IP terbaik, Perguruan Tinggi terbaik. Harus memang, tetapi data penelitian beberapa tokoh sukses di dunia ini ternyata bukan karena IQ terbaik, bukan karena Perguruan Tinggi terbaik, bukan karena anak orang kaya. Tetapi nomor satu adalah, kejujuran,” papar Tjutjuk.
Menurutnya, tokoh-tokoh sukses dunia tersebut sukses karena jujur. “Nah! IMM sekarang, saya harap, marilah kejujuran ini kita jadikan slogan kita. Atau bukan hanya (mengaku) jujur, tapi kita kenyataannya jauh dari itu. Kita tahu, anak-anak atau adik-adik kita sekarang berbeda dengan generasi waktu saya di IMM. Saya IMM tahun 1981, hubungan kekeluargaan, persaudaraan, bukan antar kelas, bahkan antar fakultas, bahkan antar Perguruan Tinggi. Coba sekarang kita lihat IMM kita ini, tadi saya lihat di meja, masing-masing, bawa hape sendiri-sendiri, tidak bertegur sapa. Bahkan mungkin nggak mau tahu,” ujarnya.
“Nah! Ini yang membedakan IMM sekarang dan IMM zaman saya dulu. Mungkin kepedulian inilah yang perlu kita bangun lagi. Memang, sekarang ini kemajuannya luar biasa, kalau saya tahun ’81, ketemu mahasiswa itu jangankan pakai janjian, ketemu itu sudah sesuatu yang luar biasa karena ngawur. Nggak ada telfon, nggak ada hape, nggak ada sarana yang memadai,” cerita Tjutjuk.
Tjutjuk menambahkan, bahwa kemajuan zaman sekarang sangat luar biasa. Dimana anak kecil pun sudah tahu apa-apa yang dahulu tidak di mengerti orang dewasa. “Maka harusnya IMM produk sekarang ini, jauh lebih sukses daripada produk-produk IMM zaman saya. Karena usia saya sudah 60 tahun, jadi jauh IMM kedepan ini akan menjadi para entreprenuer-entreprenuer muda yang luar biasa. Tetapi saya sedih, apabila alumni IMM bahkan mahasiswa yang baru lulus, ternyata masih kebingungan akan mengerjakan apa. Tapi sibuknya hanya membikin lamaran, dan antre untuk dipanggil menjadi pegawai dimana-mana.” Katanya.
“Ini jauh sekali dengan apa yang digembar-gemborkan Muhammadiyah, menghidup-hidupkan Muhammadiyah tetapi jangan sekedar mencari penghidupan di Muhammadiyah. Saya pikir IMM kedepan pasti luar biasa, asal pola pikir kita, jiwa wirausaha kita, kemauan kita untuk maju, jangan dipadamkan dengan cita- cita yang hanya sekedar lulus kuliah lalu rame-rame antre untuk menjadi pegawai dimana-mana,” pungkasnya. (Moufti/Hen)