EKONOMI, PIJARNEWS.ID – Pembangunan empat terminal liquefied petroleum gas (LPG) alias elpiji di kawasan Indonesia Timur akan segera selesai pada tahun ini. Kehadiran terminal tersebut harapannya akan memaksimalkan penyaluran elpiji bersubsidi.
Sebab selama ini, Pertamina belum menyediakan agen stasiun pengisian bulk elpiji (SPBE) bersubsidi di kawasan tersebut.
“Kami akan membangun empat terminal elpiji dan akan selesai tahun ini,” kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR kemarin.
Kepala Unit Komunikasi dan Pengelolaan Pengetahuan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Ruddy Gobel mengatakan bahwa beberapa wilayah di Indonesia Timur belum mendapatkan program konversi elpiji. Akibatnya, pemerintah masih menyediakan minyak tanah bersubsidi.
“Sebagian (yang belum mendapatkan program konversi elpiji, Red) di wilayah Papua dan Maluku,” katanya, Rabu (10/2/2021).
Program subsidi elpiji tiga kilogram pun masih banyak yang tidak tepat sasaran. Karenanya, pemerintah telah menyiapkan formula distribusi yang baru, salah satunya yakni dengan cara mengubah dari subsidi barang menjadi subsidi langsung ke rumah tangga.
Itu artinya, elpiji bersubsidi dijual pada harga keekonomian, sama seperti elpiji non-subsidi. “Tapi masyarakat miskin dan rentan yang berhak mendapatkan bantuan non-tunai untuk membeli LPG,” ucapnya.
Uji coba penerapan subsidi langsung itu sudah selesai sebelum pandemi corona datang. Desain kebijakannya pun telah rampung, dan saat ini hanya tinggal menunggu waktu implementasinya.
“Pemerintah masih fokus pada penanganan Covid-19 yang jauh lebih penting,” kata Ruddy.
Sebagai informasi, angka subsidi elpiji dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan. Produk mayoritas impor ini sayangnya banyak yang tidak tepat sasaran. Wilayah di timur Indonesia pun belum semua mendapatkannya.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga (Commercial & Trading) Mas’ud Khamid menyebut saat ini memang belum ada regulasi yang jelas terkait kriteria konsumen dan besaran yang diterima untuk subsidi elpiji tiga kilogram.
Untuk daerah terpencil, Pertamina memasok ‘tabung melon’ itu menggunakan kapal dengan kapasitas 300 hingga seribu metrik ton melalui perairan dangkal. Guna menjamin ketersediaan, perusahaan membuat program one village one outlet (OVOO). Jadi, setiap desa memiliki satu satu outlet elpiji.
Secara nasional, dari titik layanan yang mencapai 66.789 desa, yang sudah memiliki outlet baru 57.828 desa. Pertamina belum menyiapkan agen dan SPBE bersubsidi di wilayah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Papua.
Karena itu, perusahaan sedang menyiapkan agen SPBE di sana. “Kami sudah memetakan lokasi mana yang harus ada penambahan agen untuk menyokong saat empat terminal elpiji selesai (dibangun),” kata Mas’ud.
Untuk menjamin kelancaran distribusi, Pertamina juga melakukan pengawasan penyaluran yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Di samping itu, ada pula pengawasan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memastikan besaran subidisi dilakukan secara akuntabel. (fzi/mad)